REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis, Rabu (19/2) waktu setempat, mengutuk kerusuhan dan pertempuran di kota Malakal, Upper Nile, Sudan selatan. Prancis mengungkapkan keprihatinan atas terus terjadinya pelanggaran hak asasi manusia di negara itu.
Kementerian Luar Negeri mengatakan dalam satu pernyataan bahwa Prancis mengimbau kepada semua pihak yang terlibat di Sudan selatan untuk gencatan senjata dan melaksanakan perjanjian yang ditandatangani 23 Januari lalu.
Pernyataan itu mencatat perlunya untuk melanjutkan perundingan politik yang dimulai pada 11 Februari di Addis Ababa.
Prancis juga menyatakan keprihatinan atas pelanggaran HAM berat dan tentang bencana kemanusiaan yang melanda Sudan selatan sejak 15 Desember tahun lalu. Prancis menyerukan untuk memastikan perlindungan penduduk sipil dan akses bantuan.
''Pasukan pemberontak di Sudan Selatan pada Selasa melancarkan serangan besar terhadap Malakal, kota kaya minyak,'' kata para pejabat dan saksi mata.
Perjanjian gencatan senjata antara pemberontak dan pemerintah yang telah ditandatangani tampak akan tercabik-cabik.
Sumber-sumber yang menangani bantuan mengatakan tembakan senjata kecil terdengar di dalam kota itu setelah pertempuran artileri pada fajar di luar negara bagian Upper Nile yang dikuasai pemerintah.
"Pertempuran masih berlanjut. Ada sejumlah kantung pemberontak di kota Malakal tetapi mereka tak menguasai kota itu," kata juru bicara tentara Sudan Selatan, Philip Aguer.
Menurut dia, pemberontak melakukan serangan dengan maksud menjarah. "SPLA (tentara pemerintah) bertekad mengusir mereka keluar kota," kata dia.
Seorang juru bicara misi PBB di Sudan Selatan (UNMISS) mengatakan pangkalan-pangkalan PBB tempat ribuan warga sipil berlindung terputus. "Kompleks kami telah terputus akibat sejumlah baku tembak," kata juru bicara itu Joe Contreras.