REPUBLIKA.CO.ID, BANGUI-- Pertempuran sengit terjadi di dekat bandara di ibukota Republik Afrika Tengah (CAR), saat milisi Kristen menyerang konvoi pengungsi Muslim. Serangan roket serta granat memicu kepanikan dan ketakutan, sekitar 100 ribu warga Muslim yang ingin mengungsi.
Menurut perawat Lucas Agbouko, sedikitnya 10 orang terluka dan tiga lainnya kritis akibat insiden tersebut. Ketidakstabilan juga menghambat perjalanan Kepala Utusan Kemanusiaan PBB Valerie Amos, Kepala UNAIDS Michel Sidibe dan lainnya mencapai bandara.
Kekerasan meletus pada Rabu (19/2) pagi waktu setempat, di Bandara Bangui. Penumpang yang melakukan penerbangan dari Douala, Kamerun, dikagetkan dengan serentetan tembakan saat menurunin tangga pesawat.
Pejabat bandara segera meminta para penumpang untuk tetap berada di dalam bandara sampai kerusuhan mereda. Baku tembak terjadi antara tentara dari negara tetangga Chad dengan pasukan pejuang bersenjata Kristen.
Tentara Chad mencoba mengevakuasi Muslim di daerah itu dari ancaman serangan. Selama beberapa pekan terakhir, pejuang bersenjata Kristen memburu dan membunuh warga sipil Muslim secara brutal.Namun juru bicara anti-Balaka mengatakan, para pejuang keluar untuk membela penduduk lokal.
Menurutnya Sebastien Wenezoui, mereka menjadi sasaran pasukan Chad yang mengawal konvoi di dekat bandara. "Ketika mereka datang dari Chad kemarin, mereka menyerang warga sipil di Damara. Hal ini membuat marah orang-orang di Bangui yang kemudian membuat rintangan jalan untuk mencegah mereka meninggalkan Bangui," ujar Wenezoui kepada Reuters melalui telepon.
Para militan memang telah memasang barikade di jalan dan membakar ban. Aksi itu dilakukan sebagai wujud protes atas kematian empat warga sipil mereka. Juru bicara misi yang dikenal dengan MISCA Kolonel Leon Ndong mengatakan, penjaga perdamaian regional dikerahkan ke daerah tersebut. Hal ini dilakukan dalam upaya menenangkan ketegangan di sana.
Anggota milisi Kristen yang dikenal dengan anti-Balaka, menuduh warga Muslim bekerja sama dengan pemberontak Muslim. "Tembakan pertama keluar dari tentara Chad yang mengawal konvoi pengungsi, menuju ibukota Chad, N'Djamena. Setelahnya meletus tembakan dari gerilyawan anti-Balaka, yang menunggu konvoi lewat," ujar salah seorang warga, Fernand Yalimendet.
Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi menggambarkan, perpindahan puluhan ribu umat Islam itu sebagai genosida atau 'pembersihan etnis-agama'. Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon memperingatkan, awan gelap kekejaman kemanusiaan dan pembersihan sekterian telah membayangi Republik Afrika Tengah.
Lebih dari 1.600 tentara Prancis dan sekitar 6.000 pasukan penjaga perdamaian Afrika dikerahkan untuk menstabilkan kerusuhan di negara tersebut. Sejak Desember lalu, kekerasan telah berubah menjadi pertumpahan darah sekterian.