REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS — Kota Caracas bergejolak pada Kamis (20/2). Dikutip dari Reuters, Kamis (20/2), pihak keamanan Venezuela dan para demonstran berhadap-hadapan di ruas jalan kota. Ruas-ruas jalan kota diblokir dengan dibentuknya pertahanan barikade oleh para pengunjuk rasa. Mereka tengah melancarkan eskalasi protes terhadap pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.
Pekan lalu, tercatat, setidaknya lima orang tewas dalam aksi kerusuhan yang berubah menjadi kekerasan di wilayah Venezuela itu. Dalam kerusuhan tersebut, dilaporkan juga, banyak korban yang terluka dan ditangkap.
Dalam aksi protes itu, para demonstran, terutama mahasiswa, menyalahkan pemerintah atas berlangsungnya kekerasan ini. Mereka menilai hal-hal itu terjadi karena tingkat inflasi yang tinggi, kekurangan produk pangan, dan adanya dugaan penindasan lawan.
Di wilayah Caracas Timur, Rabu (19/2) malam, pasukan keamanan menembakkan senjata dan gas air mata. Saksi mata mengungkapkan, pihak keamanan itu mengejar seorang pemuda pelaku pelemparan bom molotov dan pemblokiran jalan dengan melakukan aksi bakar-bakaran.
Tak hanya para mahasiswa, warga di lingkungan kelas menengah juga turut dalam aksi protes terhadap Pemerintah Venezuela ini. Mereka melakukan aksi pukul panci dan wajan dari jendela masing-masing. Para demonstran pun sudah memulai aksi mereka itu, sejak Kamis pagi.
Di jalan-jalan pun banyak spanduk ‘kata protes’ yang dibentangkan. Salah satunya seperti ‘’Saya menyatakan diri dalam pembangkangan sipil’’, tulis spanduk yang dipasang di jalan-jalan, di Kota Caracas itu.
Bergejolaknya aksi protes masyarakat tak hanya terjadi di Caracas, di wilayah lainnya di Venezuela pun demikian. Bahkan beberapa warga di Kota San Cristobal, menggambarkan situasi yang terjadi sebagai kondisi perang. Banyak perusahaan yang harus tutup di sini. Kamis (20/2), kalangan mahasiswa dan polisi pun terlibat dalam aksi ‘pembersihan’ di kota ini.
Atas hal yang terjadi, Maduro mengatakan, pihaknya akan mengambil langkah khusus untuk memulihkan keadaan, terutama yang terjadi di Tachira. ‘’Kami tidak akan membiarkan hal ini mengubah seperti yang terjadi di Benghazi,’’ ujar dia merujuk pada kota yang ada di Libya.