REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Frankfurt Book Fair (FBF) di Jerman dengan Indonesia sebagai tamu kehormatan, menjadi ajang menunjukkan diri sebagai bangsa yang berperadaban tinggi, kata penyair Dorothea Rosa Herliany.
"Melalui FBF, Indonesia perlu lebih memperlihatkan diri sebagai bangsa besar berperadaban tinggi dengan lebih gagah," kata Rosa yang saat ini sedang menjalani program residensi di Jerman, melalui surat elektronik yang diterima Antara di Magelang, Sabtu.
Ia mengatakan bahwa posisi Indonesia dalam FBF itu tidak hanya mendapatkan berbagai hak istimewa sebagai tamu kehormatan.
Akan tetapi, kata Rosa yang juga pengelola Rumah Buku Dunia Tera Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah itu, Indonesia juga memikul berbagai tugas yang sesungguhnya cukup berat.
"Sebab di situlah pertaruhan. Jika sukses, Indonesia yang di antaranya banyak yang mengenal, bahwa ada teroris, koruptor, dan bencana alam dan lain-lain, niscaya semua citra negatif itu bisa berubah dan Indonesia akan lebih dikenal dalam eksistensi yang sesungguhnya sebagai negara yang memiliki karya sastra bermutu, memiliki keanekaragaman manusia, kekayaan alam berlimpah, ada banyak suku dan budaya yang semuanya menarik," katanya.
Namun, katanya, jika Indonesia gagal menempatkan diri sebagai tamu kehormatan FBF, akan makin masuk dalam kubangan citra buruk dan hanya akan mendapat malu dunia.
Ia juga mengemukakan pentingnya pemilihan berbagai buku sastra yang akan ditampilkan di Jerman.
"Buku tersebut lalu perlu diterjemahkan oleh penerjemah profesional dan selanjutnya pihak Indonesia perlu mencari penerbit Jerman yang bersedia menerbitkan lalu menyebarkannya untuk publik pembaca di Jerman dan negara-negara lain berbahasa Jerman, seperti Austria dan Swiss," katanya.
Berbagai buku tersebut, katanya, mampu memperlihatkan wajah Indonesia secara luas, yang bukan hanya tentang Jawa atau Bali, akan tetapi juga pulau-pulau lainnya di Tanah Air.
Ia mengatakan karya sastra Indonesia tidak hanya berkisah tentang kehidupan kota-kota besar, akan tetapi antara lain juga kehidupan desa, kehidupan manusia di pulau-pulau, dan di lautan.
Ia mengemukakan buku sastra bermutu karya penulis yang sudah meninggal dunia tentu saja tetap perlu ditampilkan karena hal itu bagian dari sejarah sastra Indonesia yang penting.
"Pasti tidak mudah untuk bisa memilih karya sastra yang mampu mencakup semua tujuan ini. Karena itu, lebih baik memilih karya yang benar-benar bermutu, jumlah judulnya sedikit saja, ketimbang menerjemahkan banyak judul namun tidak bermutu. Kalau sedikit judul tapi mampu memberi kesan baik dan mendalam bagi masyarakat Jerman, niscaya orang akan mencari lagi karya sastra Indonesia lainnya," katanya.
Ia mengatakan bahwa cukup banyak orang Jerman yang mempunyai kecintaan tinggi terhadap Indonesia.