Ahad 23 Feb 2014 03:54 WIB

Bisnis Keluarga Shinawatra Diblokir

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
PM Thailand Yingluck Shinawatra
Foto: AP/Manish Swarup
PM Thailand Yingluck Shinawatra

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Sebagai aksi protes antipemerintah, demostran Thailand menghindari produk-produk perusahaan yang terkait dengan perdana menteri Yingluck Shinawatra, termasuk kartu SIM ponsel dari perusahaan provider Advanced Info Services Pcl (AIS). Pengunjuk rasa membuat saham perusahaan ini anjlok di bursa Thailand.

Pekan ini, demonstran antipemerintah menargetkan bisnis-bisnis yang terkait dengan keluarga Shinawatra. Mereka mengikuti anjuran pemimpin Suthep Thaugsuban untuk mengembalikan kartu SIM milik AIS.

Untuk mencegah kejatuhan harga saham lebih lanjut, perusahaan ini segera mengirim pesan teks kepada pengguna terkait kedekatan perusahaan dengan keluarga Shinawatra. "AIS tidak terlibat dalam politik dan tidak memiliki keterkaitan dengan pihak manapun. Dr Thaksin Shinawatra dan keluarganya telah menjual seluruh sahamnya pada 23 Januari 2006 dan tidak lagi berhubungan dengan perusahaan," demikian isi pesan singkat dari perusahaan yang berbasis di Bangkok tersebut, seperti dilansir Reuters, Sabtu (22/2).

Aunjit Wongsampan (65 tahun) merupakan salah satu warga Thailand yang berbaris di pusat kota Bangkok untuk menyerahkan kartu SIM miliknya. Ia menilai perusahaan ini tidak mengelola layanan data dengan baik. Ia ingin mengganti kartu untuk selulernya karena perusahaan tersebut sudah terlalu kaya.

Ketika ditunjukkan pesan teks dari perusahaan, ia sudah kehabisan rasa percaya terhadap perusahaan. "Saya tidak percaya lagi. Saya sudah membuat pilihan," kata Wongsampan.

Tindakan yang dilakukan masyarakat Bangkok ini membuat harga saham AIS anjlok. Pada penutupan akhir pekan, saham AIS melemah 0,47 persen atau satu poin ke level 210 baht.

Pendukung Shinawatra mengecam tindakan antipemerintah yang menyasar bisnis di Thailand. Pasalnya, tindakan ini telah membuat ekonomi Thailand menjadi tidak stabil, terutama di bidang pariwisata. Kedatangan wisatawan asing ke Thailand turun tajam.

"Apa yang tidak dapat diterima saat ini adalah keterlibatan mereka dalam mengancam perusahaan yang da di bursa saham. Padahal perusahaan ini tidak terlibat dengan pemerintah" ujar Ketua Front PErsatuan Demokrasi melawan Kediktatoran (UDD), Tida Tawornseth.

Tidak hanya perusahaan telekomunikasi, pengunjuk rasa juga memblokir perusahaan pengembang properti yang dikendalikan keluarga Shinawatra, SC Asset Corp. Akhir pekan, saham perusahaan properti ini turun 1,91 persen ke level 3,08 baht. Saham perusahaan ini telah anjlok hampir 10 persen sejak Rabu (19/2). Sementara, distributor handset M-Link Asia Corp kehilangan nilai saham sebesar 12 persen.

Demonstrasi selama berbulan-bulan mengakibatkan ekonomi di Bangkok mandek. Kemunduran ekonomi ini diperkirakan akan terus terjadi selama kondisi negara tersebut belum stabil. Lembaga pemeringkat Fitch Ratings memperingatkan sistem keuangan Thailand semakin berisiko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement