Ahad 23 Feb 2014 21:26 WIB

Jenderal Prancis: Aksi Kekerasan di Afrika Tengah Mereda

Kelompok organisasi rakyat adi Republik Afrika Tengah berunjuk rasa di Bangui, meminta Prancis mengatasi pemberontakan di sana.
Foto: reuters.com
Kelompok organisasi rakyat adi Republik Afrika Tengah berunjuk rasa di Bangui, meminta Prancis mengatasi pemberontakan di sana.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Aksi kekerasan dan konflik sektarian di Republik Afrika Tengah yang dikoyak konflik telah mereda sejak kedatangan pasukan penjaga perdamaian Prancis pada Desember, kata kepala pasukan itu, Minggu.

Jenderal Francisco Soriano juga mengatakan bahwa pasukan Prancis telah menyita hampir 1.000 senjata api dan 4.000 senjata lain seperti pisau dan tongkat di ibukota Bangui dan di seluruh penjuru negeri.

Berbicara menjelang pemungutan suara di parlemen pada Selasa untuk memperpanjang misi Prancis di bekas jajahannya itu, Soriano mengatakan banyak pekerjaan masih harus dilakukan di negara miskin tapi kaya mineral tersebut.

Mandat misi Prancis akan berakhir pada bulan April.

Prancis mengerahkan sekitar 1.600 prajurit dalam Operasi Sangaris pada bulan Desember untuk mendukung pasukan Uni Afrika yang berkekuatan 6.000 prajurit, dan Paris baru-baru ini mengumumkan akan mengirim 400 prajurit lagi.

"Ketika pasukan Sangaris dikirim pada 5 Desember, Republik Afrika Tengah - dan terutama Bangui - merupakan lokasi bentrokan mematikan dan kekerasan tak terbayangkan , " katanya kepada majalah mingguan, Journal du Dimanche.

" Sekarang , sekalipun itu belum berhenti, aksi kekerasan dan pertempuran telah menurun secara signifikan," katanya, seraya menambahkan bahwa rata-rata insiden kekerasan dan penggantungan harian di zona yang dikendalikan Prancis telah menurun dari sekitar 60 sampai setengah atau bahkan kurang dari itu.

Soriano mengatakan perpanjangan misi adalah kuncinya. Ia menambahkan, "Ada banyak yang harus dilakukan. Kita harus membangun kembali semuanya , mulai dari aparat keamanan dan pertahanan . "

Republik Afrika Tengah telah dikoyak oleh kekerasan komunal sejak pemberontak yang mayoritas Muslim menggulingkan pemerintah pada Maret tahun 2013 dan mundurnya Michel Djotodia bulan lalu karena gagal mengendalikan kekejaman oleh mantan pejuangnya .

Kekerasan terus terjadi sejak saat itu , ketika warga dari mayoritas Kristen telah melakukan aksi balas dendam terhadap umat Islam di negara itu . Pada hari Sabtu saksi mata mengatakan massa yang marah telah menggantung tiga warga sipil Muslim di dekat bandara Bangui , markas pasukan Prancis dan Uni Afrika.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement