Selasa 25 Feb 2014 13:45 WIB

Letusan Gunung Berapi Dinginkan Bumi

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Bilal Ramadhan
Letusan gunung berapi  (ilustrasi)
Foto: Antara
Letusan gunung berapi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Letusan gunung berapi di awal abad ke-21 telah mendinginkan planet Bumi, menurut sebuah studi yang dipimpin Lawrence Livermore National Laboratory. Pendinginan ini sebagian mengimbangi pemanasan yang dihasilkan gas rumah kaca.

 

Terlepas dari kenaikan tingkat gas rumah kaca di atmosfer dan kandungan panas total laut, suhu global rata-rata pada permukaan planet dan di troposfer (bagian terendah atmosfer bumi) menunjukkan sedikit pemanasan sejak 1998.

 

Hal ini disebut slow-down (melambat) atau 'kekosongan'. Fenomena ini mendapatkan perhatian ilmiah, politik dan populer. Kontribusi vulkanik terhadap pendinginan Bumi menjadi topik pada jurnal //Nature Geoscience// edisi 23 Februari.

 

Letusan gunung berapi menyuntikkan gas belerang dioksida ke atmosfer. Jika letusan ini cukup besar untuk menambahkan belerang dioksida ke stratosfer (lapisan atmosfer di atas troposfer), gas tersebut akan membentuk tetesan kecil asam sulfat. Zat yang dikenal sebagai "aerosol vulkanik". Tetesan ini memantulkan kembali sejumlah sinar matahari ke angkasa sehingga mendinginkan permukaan bumi dan atmosfer yang lebih rendah.

 

"Dalam satu dekade terakhir, jumlah aerosol vulkanik di stratosfer telah meningkat sehingga lebih banyak sinar matahari yang dipantulkan kembali ke ruang angkasa. Ini menciptakan pendinginan alami bagi planet ini dan mengimbangi peningkatan permukaan dan suhu atmosfer karena pengaruh manusia," kata  ilmuwan iklim dari Lawrence Livermore, Benjamin Santer, seperti dilansir //Science Daily//, Senin (24/2).

 

Selama 2000-2012, emisi gas rumah kaca ke atmosfer meningkat sama seperti sejak Revolusi Industri. Perubahan yang disebabkan oleh perilaku manusia ini biasanya menyebabkan troposfer menghangat dan stratosfer mendingin.

 

Sebaliknya, letusan gunung berapi besar mendinginkan troposfer dan membuat stratosfer hangat. Para peneliti melaporkan letusan gunung berapi pada awal abad ke 21 telah memberi kontribusi ini fenomena yang baru-baru ini terjadi. Sebagian besar model iklim yang ada tidak memperhitungkan efek ini.

 

Menurut Santer, kekosongan tersebut adalah kisah detektif yang menarik. Tidak ada penyebab tunggal seperti yang diklaim beberapa ilmuwan. Sejumlah faktor terlibat. Salah satunya adalah efek pendinginan sementara akibat gangguan iklim internal. Faktor lain adalah pengaruh pendinginan eksternal, yakni aktivitas gunung berapi pada abad ke-21

 

"Tantangan ilmiah yang nyata adalah untuk mendapatkan perkiraan kuantitatif dari kontribusi masing-masing faktor tersebut terhadap slow-down," ujar Santer.

 

Para peneliti melakukan dua uji statistik yang berbeda untuk menentukan apakah letusan gunung berapi baru-baru ini memiliki efek pendinginan yang dapat dibedakan dari variabilitas intrinsik iklim. Tim menemukan bukti korelasi yang signifikan antara pengamatan aerosol vulkanik dan estimasi berbasis satelit mengenai temperatur di troposfer yang lebih rendah. Begitu juga dengan sinar matahari yang dipantulkan kembali ke angkasa oleh partikel aerosol.

sumber : Science Daily
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement