Kamis 27 Feb 2014 19:38 WIB

Jawaban Beijing Soal Identifikasi Pertahanan Udara

Chinese naval soldiers stand guard on China's first aircraft carrier Liaoning, as it travels towards a military base in Sanya, Hainan province, in this undated picture made available on November 30, 2013.
Foto: Reuters/Stringer
Chinese naval soldiers stand guard on China's first aircraft carrier Liaoning, as it travels towards a military base in Sanya, Hainan province, in this undated picture made available on November 30, 2013.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China, Kamis (27/2) menyatakan keputusan untuk mendirikan zona identifikasi pertahanan udara yang baru akan tergantung pada tingkat ancaman di wilayah udara yang dihadapi negara itu. Ini jawaban Beijing setelah muncul spekulasi China akan menetapkan zona tersebut sehubungan dengan sengketa Laut China Selatan.

Seperti dilansir reuters, China tahun lalu membuat Jepang, Korea Selatan dan Amerika Serikat waspada ketika negara itu mengumumkan zona identifikasi pertahanan udara untuk Laut Cina Timur, yang meliputi sekelompok pulau tak berpenghuni di tengah adanya perselisihan sengit antara China dan Jepang.

Hal itu telah mengembangkan kekhawatiran di Amerika Serikat dan negara-negara Asia lainnya bahwa China juga berencana untuk menetapkan satu zona pertahanan udara di Laut China Selatan, wilayah yang menjadi sengketa teritorial antara China dengan Vietnam, Filipina, Malaysia, Taiwan dan Brunei.

Ketika ditanya apakah China memang berencana membuat zona tersebut untuk Laut China Selatan, juru bicara Kementerian Pertahanan China Yang Yujun dalam suatu konferensi pers mengatakan bahwa China, sebagai bangsa yang berdaulat, memiliki hak untuk mengatur zona pertahanannya.

"Namun, keputusan kami untuk mendirikan sebuah zona identifikasi pertahanan udara yang baru atau tidak tergantung pada tingkat ancaman yang dihadapi keamanan di udara, dan segala macam faktor yang harus dipertimbangkan," kata Yang.

"Hal yang perlu ditekankan adalah kami memiliki keyakinan bahwa situasi secara umum di Laut China Selatan dan hubungan China dengan negara-negara sekitarnya tetap stabil," ujarnya.

China, yang dengan cepat merampingkan pengeluaran militernya, secara teratur telah mengirimkan patroli ke wilayah Laut China Timur, yakni sejak penetapan zona pertahanan. Amerika Serikat, Eropa dan Jepang telah mengkritik zona pertahanan udara China itu, dan menilai pendirian zona itu sebagai langkah provokatif yang memperburuk ketegangan antara China dan Jepang.

Sementara itu, Yang menuduh "pasukan sayap kanan Jepang" telah mengarang cerita bahwa China juga berencana membuat zona serupa untuk Laut China Selatan. "Tujuan mereka (pasukan Jepang) adalah untuk mengalihkan perhatian internasional, dan mereka memiliki niat tersembunyi," tukas Yang.

Hubungan Sino-Jepang yang semakin memburuk itu disebabkan perebutan atas serangkaian pulau tak berpenghuni di Laut China Timur. Kapal dari kedua negara sering saling membayangi satu sama lain di sekitar wilayah kepulauan itu, sehingga meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya bentrokan.

Hubungan kedua negara telah memburuk sejak China menetapkan zona identifikasi pertahanan udara di atas Laut China Timur, dan sejak kunjungan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe ke Kuil Yasukuni yang kontroversial pada Desember lalu untuk mengenang para penjahat perang dan korban yang tewas dalam masa penjajahan Jepang di China.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement