Jumat 28 Feb 2014 11:42 WIB

Kepolisian Australia Minta Kewenangan Sadap Metadata

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Kepolisian Federal Australia (AFP) meminta kewenangan lebih besar dalam menyadap data telepon dan internet warga Australia. Alasannya, kurangnya kewenangan telah membuat pelaku kejahatan seringkali lolos dari jerat hukum.

Tim Morris dari AFP, Kamis (27/2), mengatakan, sebenarnya pihak berwajib telah mengakses metadata selama ini, namun tantangannya sekarang, informasi elektronik begitu membludak.

Metadata adalah informasi yang menunjukkan siapa mengontak siapa, dari mana, dan berapa lama, namun tidak mengungkap apa isi komunikasinya.

"Perusahaan tidak menyimpan data seperti ini, dan jika mereka menyimpannya biasanya datanya tidak lengkap," kata Morris.

"Jika penegak hukum harus mengikuti perkembangan kejahatan, kami percaya sebagai penegak hukum kami harus punya akses kepada metadata. Ini sangat mendasar," katanya, baru-baru ini.

Sejauh ini, menurut ketentuan UU di Australia, penyadapan telepon dan internet memerlukan surat perintah dari pengadilan.

Namun Morris mengatakan, metadata merupakan kategori penyadapan yang berbeda. "Ini bukan data yang mengandung isi pembicaraan telepon, isi SMS atau isi email. Ini adalah data tentang waktu, durasi, dan dari mana sumbernya," katanya.

Saat ini, komite Senat Australia sedang mengkaji ketentuan mengenai penyadapan sebagai bagian dari revisi UU Telekomunikasi 1979.

Tahun lalu, pemerintah Australia menunda rencana mengakses data telepon dan internet warganya karena kerasnya protes dan kecaman publik.

Pihak AFP kini berdalih, sejumlah kasus kejahatan besar tidak bisa terbongkar gara-gara penegak hukum itu tidak bisa mengakses metadata dari pelaku kejahatan.

Jon Lawrence dari Electronic Frontiers Australia mengatakan, jika informasi metadata ini jatuh ke tangan yang salah, akan sangat berbahaya.

Sementara Senator Partai Hijau Scott Ludlam mengingatkan warga Australia seharusnya peduli atas jumlah informasi yang saat ini telah dimiliki pihak berwajib dan perusahaan swasta.

"Metadata sangat invasif terhadap warga tak berdosa. Tidak bisa kewenangan itu diberikan kepada siapa saja kecuali ada perintah pengadilan," katanya.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement