Ahad 02 Mar 2014 17:08 WIB

Thailand Gelar Pemilu Ulang di Wilayah Bergolak

 Petugas pemilu Thailand tengah bersiap-siap jelang pemungutan suara.
Foto: abc.net.au
Petugas pemilu Thailand tengah bersiap-siap jelang pemungutan suara.

REPUBLIKA.CO.ID, PHETCHABURI -- Tempat-tempat pemungutan suara dibuka dengan damai di lima provinsi Thailand pada hari ini (Ahad, 2/3), untuk mengulang pemilihan umum (pemilu) yang kacau di wilayah-wilayah bergolak. Pengulangan itu merupakan langkah pertama kalinya yang diambil dalam rangka menyempurnakan pemungutan suara seperti yang dimandatkan guna membentuk pemerintahan baru.

Pemilu pada 2 Februari lalu gagal meredakan krisis politik yang telah berlangsung selama berbulan-bulan setelah para pengunjuk rasa antipemerintah yang berupaya menggulingkan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra menghadang jalannya pemungutan suara di banyak wilayah yang menjadi benteng oposisi. Saat itu, para pengunjuk rasa menghalang-halangi dibukanya 10 ribu tempat pemungutan suara hingga berdampak pada jutaan orang, yang sebagian besar tinggal di benteng-benteng oposisi di Bangkok dan wilayah bagian selatan.

Komisi Pemilihan Umum Thailand mengatakan pihaknya tidak dapat mengumumkan hasil pemilu sampai pemungutan suara selesai dilakukan di semua daerah pemilihan. Komisi tersebut menetapkan bulan April sebagai tenggat untuk menyelesaikan pemungutan suara.

"Secara keseluruhan, terdapat 120 ribu orang yang terdaftar di 101 daerah pemilihan di lima provinsi yang menyelenggarakan pemungutan suara hari ini," kata komisioner pemilihan Somchai Srisutthiyakorn kepada AFP.

"Pemungutan suara berjalan dengan damai, semuanya terkendali dan tidak ada masalah yang muncul," tambah Somchai. Menurutnya, sejumlah pengunjuk rasa meniup-niupkan peluit di satu tempat pemungutan suara di provinsi Rayong.

Sebelum hasil pemilu diumumkan, Perdana Menteri Yingluck tetap memegang peranan sebagai pengurus dengan kekuasaan terbatas dalam menentukan kebijakan. Berdasarkan hukum pemilihan umum yang berlaku di Thailand, 95 prosen dari 500 kursi di dewan perwakilan rakyat harus terisi untuk dapat melakukan penunjukkan pemerintahan baru.

Partai oposisi utama Thailand, yang memboikot pemungutan suara, pada Februari tak berhasil mendapatkan kewenangan hukum untuk membatalkan pemilihan yang kontroversial. Tidak hanya menghadapi unjuk rasa di jalanan, Yingluck juga dihadapkan pada tantangan hukum terhadap pemerintahannya, termasuk tuduhan lalai dalam kasus skema subsidi beras yang bisa berakibat dirinya tersingkir dari jabatan.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement