Rabu 05 Mar 2014 00:02 WIB

Gerilyawan Rebut Markas Besar Dewan Kota Samarra Irak

Masjid Agung Samarra
Masjid Agung Samarra

REPUBLIKA.CO.ID, SAMARRA -- Para gerilyawan merebut markas besar dewan kota Samarra dan menyandera para karyawan Selasa, kata para pejabat, serangan kedua seperti itu dalam bulan-bulan belakangan ini.

Serangan tersebut mencerminkan kebebasan dari hukuman bagi gerilyawan di Irak yang dapat menyerang sasaran-sasaran yang seharusnya dijaga ketat, saat negara itu mengalami aksi kekerasan terburuk dalam beberapa tahun belakangan in.

Dua gerilyawan, yang mungkin mengenakan rompi yang berisi bahan peledak merebut kantor dewan kota Samarra pada Selasa pagi dengan sejumlah karyawan berada di dalamnya, kata para pejabat keamanan.

Bentrokan senjata meletus antara gerilyawan dan pasukan keamanan, dan seorang pembom bunh diri meledakkan kendaraan yang membawa bom dekat polisi dan pasukan milisi Sahwa anti Al Qaida ketika mereka tiba di lokasi itu.

Ledakan itu mencederai 24 orang, sebagian besar polisi, kata seorang dokter dan seorang personil keamanan.

Dokter itu juga mengatakan wakil kedua dewan kota cedera akibat ledakan bom itu.

Serangan di Samarra terjadi setelah insiden serupa di Tikrit, satu kota lain di Provinsi Salaheddin, utara baghdad, di mana gerilyawan meledakkan satu bom dan menduduki kantor dewan kota itu pada 16 Desember.

Pasukan keamanan akhirnya membebaskan para sandera di Tikrit, tetapi seorang angota dewan kota itu dan dua polisi tewas.

Pada minggu berikutnya, 23 Desember, para pembom bunuh diri menyerang kantor pusat satu stasiun televisi lokal di Tikrit menewaskan lima wartawan.

Provinsi Salaheddin juga terletak di daerah Sulaiman Bek, di mana para gerilyawan berulang-ulang menyerang pasukan keamanan untuk menguasai daerah itu bulan ini.

Serangan-serangan di daerah-daerah lain Irak menewaskan dua anggota pasukan keamanan Selasa -- satu anggota milisi Sahwa di Provinsi Kirkuk dan seorang polisi di Mosul.

Aksi kekerasan di Irak mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak tahun 2008, ketika negara itu baru saja lepad dari periode kejam aksi kekerasan sektarian di mana puluhan ribu orang tewas.

Aksi kekerasan yang berlangsung selama satu tahun di Irak dipicu oleh kekecewaaan di kalangan minorias Arab Sunni, dan akibat perang saudara berdarah di negara tetangga Suriah.

Pemerintah Irak juga menghadapi krisis dua bulan di Provinsi Anbar, sebelah barat Baghdad, tempat mereka kehilangan kekuasaan atas seluruh kota Fallujah serta menyebabkan sebagian dari ibu kota provini itu Ramadi jatuh ke para petempur anti pemerintah.

Adalah untuk pertama kali pasukan anti pemerintah menguasai secara terbuka kota-kota besar sejak aksi kekerasan memuncak setelah invasi pimpinan AS tahun 2003.

Lebih dari 370.000 orang mungkin mengungsi akibat aksi kekerasan di Anbar, kata PBB.

Lebih dari 1.750 orang tewas dalam serangan-serangan di Irak sejak 1 Januari, kata data AFP berdasarkan laporan dari sumber-sumber keamanan dan medis.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement