REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Bank investasi global Credit Suisse memperkirakan, warga China akan melakukan investasi sekitar 44 miliar dollar di sektor real estate Australia selama tujuh tahun mendatang.
Dengan menggabungkan informasi dari Foreign Investment Review Board, Departmen Imigrasi dan Biro Statistik untuk memperkirakan investasi properti pemukiman China, bank itu menyimpulkan perhitungan kasar lebih dari 5 miliar dollar per tahun.
Laporan Credit Suisse memperkirakan, para investor China dan imigran yang baru tiba sudah menanam sekitar 24 miliar dollar di properti di Australia selama tujuh tahun terakhir.
Mengingat pembatasan terhadap penduduk tidak permanen yang memaksa mereka membeli properti yang baru dibangun, Credit Suisse memperkirakan, para investor China sekarang ini membeli sekitar 12 persen rumah baru di Australia.
Namun, tim penulis laporan itu mengatakan, pembelian itu terpusat di dua kota terbesar Australia, yang berarti, kira-kira 18 persen rumah baru di Sydney dan 14 persen di Melbourne dibeli oleh warga negara China.
Tingkat pembeli China di pasar-pasar lain diperkirakan 7 persen lebih rendah.
Kendati pembeli China mencakup proporsi yang relatif masih kecil di pasar properti keseluruhan - khususnya karena penduduk non-permanen tidak diperbolehkan membeli rumah lama - kata tim penulis, mereka berpengaruh besar untuk mendongkrak harga.
Para analis mengemukakan, Sydney adalah yang keempat dan Melbourne yang kelima dalam daftar Demographia tentang kota paling mahal untuk harga rumah dibandingkan dengan pendapatan - hanya Hong Kong, Vancouver dan San Francisco yang lebih tinggi.
Diperingatkan, meningkatnya investasi properti oleh China dapat memperburuk situasi, karena meningkatnya permintaan dari China dapat mendorong harga bahkan lebih tinggi lagi.
Orang Australia sendiri menjadi tidak mampu membeli properti dan banyak yang terpaksa menyewa seumur hidup, demikian diprakirakan.