REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ferry Kisihandi
Warga di wilayah Yerusalem, Palestina, bakal tak lagi leluasa mendengar lantunan azan. Otoritas Israel membuat aturan agar suara azan di masjid-masjid di sana tak terdengar keras.
Termasuk, suara muazin dari Masjid al-Aqsa yang lima kali dalam sehari diperdengarkan melalui alat pengeras suara.
Sebuah satuan tugas dibentuk Pemerintah Kota Yerusalem untuk meredam suara azan di sekitar 200 masjid yang tersebar di Kota Suci ini. Otoritas Israel telah menetapkan seberapa keras azan boleh terdengar agar tak menimbulkan kebisingan.
Pembatasan suara azan ini, menurut otoritas Israel, untuk memenuhi tuntutan warga Yahudi yang tinggal di permukiman ilegal di sekitar Yerusalem.
Dalih mereka, suara azan dari masjid saat waktu shalat tiba itu mengganggu warga Yahudi. Sekitar 500 ribu pemukim Yahudi kini tersebar di Tepi Barat dan Yerusalem.
Times of Israel melaporkan, saat azan terdengar, warga Yahudi memutar musik metal keras-keras untuk menyaingi suara azan. Namun, Mufti Besar Yerusalem Muhammad Hussein meyakini ada maksud lain di balik kebijakan pengaturan suara azan ini.
Pemerintah kota ingin agar Yahudi berkuasa atas Yerusalem, sebuah kota yang selama ini diklaim Israel maupun Palestina sebagai ibu kota.
Masjid-masjid di Yerusalem, ujar Hussein, selalu menjadi target ambisi Israel untuk sepenuhnya menguasai Yerusalem. "Ini rencana sistematis menggusur jejak Arab dan Palestina di Yerusalem," kata Hussein, Ahad (2/3).
Dia menegaskan, hanya Muslim yang berhak mengatur suara azan dari menara-menara masjid mereka. Israel semestinya tak ikut campur dengan masalah ini.
Kepada kantor berita Turki Anadolu, Direktur Jenderal Wakaf dan Pemeliharaan al-Aqsa, Syeikh Azzam al-Khatib, menyatakan skema itu bagian upaya Israel untuk menghapus budaya Islam. "Negara-negara Islam harus mencegah Israel meyahudisasi Yerusalem," kata al-Khatib.
Al-Aqsa Foundation for Endowment and Heritage juga ikut bereaksi keras. Lembaga ini mendesak semua pihak mengabaikan keinginan Pemerintah Kota Yerusalem.
"Azan akan selalu berkumandang dari menara-menara masjid di Yerusalem, terutama dari menara al-Aqsa," tulis Al-Aqsa Foundation.
Al-Aqsa Foundation for Endowment and Heritage selama ini selalu menjaga Masjid al-Aqsa terhindar dari tindak kekerasan militer Israel. Selain berusaha meredam azan, Israel juga membatasi akses warga Muslim ke Masjid al-Aqsa.
Aturan yang berlaku saat ini, warga yang berusia di bawah 50 tahun tak diizinkan masuk ke dalam tempat ibadah yang pernah menjadi kiblat umat Islam itu.
Pada shalat Jumat pekan lalu, ribuan warga Palestina dilarang memasuki masjid. Para jamaah akhirnya harus rela menunaikan shalat di jalan dekat masjid.
Tentara Israel bersiaga dengan senjata mereka saat warga Muslim Palestina menunaikan shalat. Ada pula jamaah yang kemudian berunjuk rasa memprotes pembatasan akses. Akibatnya, puluhan orang terluka akibat tembakan gas air mata dan peluru karet dari senjata pasukan Israel.
"Israel kini menemukan banyak cara untuk mencegah warga Palestina memasuki al-Aqsa," kata Menteri Agama Palestina Mahmoud el-Habbas seperti dikutip Press TV. Setiap Jumat, Israel membuat pos pemeriksaan di dalam dan luar area masjid.
Habbas menyatakan, ini merupakan serangan terhadap kebebasan beragama dan hukum internasional. Menurut aktivis Palestina, Ahmad Assaf, pembatasan akses ke al-Aqsa merupakan bagian dari aksi Israel memberangus hak warga Palestina.
Melalui perang tahun 1967, Israel menduduki Yerusalem dan Tepi Barat. Selanjutnya mereka menganeksasi kedua wilayah Palestina ini.
Komunitas internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui resolusinya menyatakan penjajahan Israel tersebut ilegal.
Sejak saat itu, Israel memberlakukan serangkaian tindakan opresif. Tujuannya untuk mengusir warga Palestina dari Yerusalem dan Tepi Barat.
Aksi kekerasan itu termasuk penghancuran rumah dan ladang milik warga Palestina yang kini tinggal di wilayah pendudukan.
Di lahan-lahan inilah kemudian dibangun permukiman ilegal bagi warga Yahudi. Perundingan damai Israel-Palestina tak kunjung usai karena isu permukiman ini.
Dan sejumlah negara Eropa melakukan boikot ekonomi untuk menekan Israel agar tak lagi membangun permukiman yang melanggar hukum internasional tersebut.