REPUBLIKA.CO.ID, QUEENSLAND -- Sekitar 350 penyu tempayan (loggerhead turtle), menghasilkan lebih dari 180 ribu telur di pantai Mon Repos, Queensland, Australia, musim bertelur ini. Peristiwa menelurkan dan menetaskan ini menarik puluhan ribu turis, yang sudah memesan tur khusus bertema penyu.
Jumlah telur satwa yang terancam punah ini cukup menggembirakan, karena tahun lalu banjir menyapu setengah jumlah telur yang dihasilkan.
Hampir 25.000 turis pun memesan tur khusus bertema penyu untuk menyaksikan peneluran dan penetasan.
Salah satunya, sebuah keluarga muda dari kota Brisbane: Sally, Tony, dan anak balita mereka, Charlie.
Mereka membantu memandu penyu-penyu itu kembali ke laut.
"saya rasa, sekali seumur hidup melihat mereka keluar dan mengarungi lautan. Luar biasa," cerita mereka.
Di sarang penyu, para sukarelawan menunjukkan para pengunjung cangkang-cangkang lunak telur penyu, yang ukurannya sebesar bola ping pong. Para sukarelawan juga menjelaskan cara anak-anak penyu (tukik) keluar dari telur.
Tukik memecahkan cangkang telur dan kantung telur dengan paruh mereka. Kemudian mereka mengkonsumsi nutrisi yang ada di kantung tersebut seraya merayap ke atas permukaan sarang, yang dalamnya sekitar 60 cm. Kemudian mereka akan menunggu suhu turun dan menuju laut.
Menurut seorang petugas penjaga di Mon Repos, Cathy Gatley, musim bertelur ini tak ada banjir, tapi ada erosi, hingga para petugas harus memindahkan sekitar 30 persen lebih banyak sarang dari biasanya.
Program pemindahan atau relokasi itu bisa membantu menambah sekitar 50.000 tukik kembali ke laut.
Salah satu ancaman terhadap populasi tukik adalah rubah.
Selain penyu tempayan, sekitar 12 penyu pipih dan tiga penyu hijau juga bertelur di Mon Repos musim bertelur ini.
Musim bertelur biasanya berlangsung dari Oktober hingga Maret.