REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Dewan Nasional Hak Asasi Manusia (NCHR) merilis laporan investigasi kasus pembubaran demonstran yang berujung kematian, di kamp protes Rabaa Al-Adaweya. Dari hasil investigasi selama enam bulan, terbukti polisi bertindak berlebihan dalam membubarkan aksi 14 Agustus silam.
Kantor berita Al-Ahram melaporkan, organisasi hak asasi manusia yang ditunjuk pemerintah Mesir telah mengumumkan temuannya. Laporan menyimpulkan, pasukan keamanan telah menanggapi aksi protes pendukung Presiden terguling Muhammad Mursi dengan kekuatan berlebihan.
Meski begitu, laporan menyatakan insiden dipicu oleh ulah demonstran, yang lebih dulu menyerang polisi. NCHR menyajikan laporannya pada konferensi pers di Kairo, Rabu (5/3).
Pengacara hak asasi yang juga merupakan anggota komite pencari fakta NCHR NAsser Amin menawarkan, rincian temuan terkait kegiatan pada 14 Agustus silam. Saat itu pasukan keamanan Mesir membubarkan kubu pro-Mursi di distrik Nasr City, Kairo.
Menurut laporan dewan, polisi hadir pada sekitar pukul 06.00. Tembakan peringatan dilepaskan pada sekitar 07.20 waktu setempat. Tembakan untuk memperingati pengunjuk rasa agar meninggalkan kamp protes dengan damai, dan memperingatkan mereka untuk tak menyerang polisi.
Bentrokan pertama dimulai pada pukul 08.10. Polisi menembakkan tembakan gas air mata, sementara pengunjuk rasa melemparkan batu dan bom molotov. Sebelas tembakan pertama meletus di Al-Tayaran Street, markas Garda Republik.
Peristiwa itu menewaskan seorang perwira polisi, yang menyerukan pengunjuk rasa untuk meninggalkan tempat protes."Adegan berubah secara dramatis setelah itu, dan tembakan yang berlebihan ditembakkan dari segala sisi," kata Amin.
Ia kemudian menggambarkan, antara pukul 01.00 dan 02.30 sempat terjadi gencatan senjata. Dalam konferensi pers, Amin memutar rekaman video yang menunjukkan kelompok-kelompok bersenjata yang diduga berada di Rabaa Al-Adaweya. Kehadiran kelompok bersenjata itu yang dianggap membahayakan, karena menargetkan warga sipil.
Di belakangnya, rekaman video menggambarkan pengunjuk rasa bersembunyi dari tembakan.Laporan menuduh, anggota ekstremis di kamp protes menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia. Ini menyebabkan kematian dan cedera. Tapi tak ada rekaman video yang menggambarkan polisi, yang beraksi dalam pembubaran.