Jumat 07 Mar 2014 03:45 WIB

Pemerintah Crimea Siap Gelar Referendum

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: Julkifli Marbun
A man holds a Soviet Union flag as he attends a pro-Russian rally at the Crimean parliament building in Simferopol March 6, 2014.
Foto: Reuters/David Mdzinarishvili
A man holds a Soviet Union flag as he attends a pro-Russian rally at the Crimean parliament building in Simferopol March 6, 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, SIMFEROPOL -- Perseteruan antara Ukraina dan patron lamanya, Rusia semakin memanas. Hal ini karena parlemen Crimea, Kamis (6/3) tampaknya memilih untuk bergabung dengan Rusia.

Pemerintah wilayah Crimea juga akan menggelar referendum yang dijadwalkan 10 hari mendatang. Keputusan ini pun semakin meningkatkan eskalasi dari krisis di semenanjung Laut Hitam.

Dikutip dari Reuters, tindakan parlemen Crimea, yang rata-rata beretnis Rusia, semakin menguatkan dominasi Moskow di wilayah tersebut. Padahal di saat yang sama Uni Eropa menggelar rapat mendadak yang sedang merumuskan cara untuk memaksa Rusia mundur dari semenanjung tersebut.

Sejauh ini, Amerika Serikat bersikap keras terhadap mereka yang mengancam kedaulatan dan integritas Ukraina. Presiden Barack Obama telah menyatakan akan menghukum semua yang terlibat dengan membekukan aset mereka dan larangan terbang ke Amerika Serikat.

Wakil pemimpin Crimea, menyampaikan referendum akan berlangsung pada tanggal 16 Maret. Pemerintah berhak memiliki segala hal atau dengan kata lain dinasionalisasi.

Selain itu mata uang rubel Rusia bisa segera digunakan dan tentara Ukraina akan diperlakukan sebagai penjajah. Pemerintah Krim pun meminta tentara Ukraina untuk menyerah atau meninggalkan wilayah itu. Para diplomat meyakini keputusan ini datang tanpa ada persetujuan dari Presiden Rusia Vladimir Putin.

Keputusan ini juga disebut para diplomat sebagai konfrontasi Barat-Timur paling serius semenjak berakhirnya Perang Dingin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement