REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Sebagian negara anggota Uni Eropa terkesan 'galau' untuk memberikan dukungan pada Ukraina seperti Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, AS mengumumkan untuk memberlakukan larangan visa pada pejabat Rusia di AS.
Jerman dan Prancis misalnya, dinilai tidak akan mengambil langkah yang sama dengan AS. Dilansir dari the Guardian, Jumat (7/3), Jerman tidak siap mengadopsi sanksi tersebut karena negara tersebut ketergantungan energi pada Rusia. Prancis juga ragu karena ketergantungan kontrak pertahanan dan keamanan dengan Moskow.
Para pemimpin Uni Eropa dalam pertemuan tingkat tinggi beberapa waktu lalu padahal ingin memberikan sanksi lebih jauh untuk Rusia. Mereka sepakat jika Rusia gagal untuk melakukan pembicaraan baik-baik dengan Ukraina, maka Rusia akan menghadapi larangan perjalanan (visa) dan pembekuan aset.
Uni Eropa akan merespon sanksi lebih jauh dengan pembatasan impor energi dari Rusia, hingga mengurangi hubungan perdagangan dan finansial jika pasukan Rusia bergerak melampaui Semenanjung Crimea di Ukraina Timur.
Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk yang negaranya berbatasan dengan Ukraina adalah tokoh kunci dalam memperkuat tekad para pemimpin Uni Eropa ini. Namun, Perdana Menteri Inggris Cameron kemudian menyela pembicaraaan dengan mengatakan semua negara Uni Eropa harus membayar harga ekonomi yang mahal jika sanksi itu diterapkan.
"Intinya, lihatlah segala sesuatunya dengan jelas. Jika Anda menerapkan sanksi keuangan, maka ada konsekuensi buruk bagi Inggris. Jika Anda melihat sanksi pertahanan, ada konsekuensi buruk bagi Prancis.
Sedangkan jika Anda melihat sanksi energi, maka ada akibat buruk yang akan diterima beberapa negara Uni Eropa," ujar Cameron.