Ahad 09 Mar 2014 15:10 WIB

Kekerasan di Afrika Tengah Sasar Petugas Bantuan Kemanusiaan

Rep: Gita Amanda/ Red: Mansyur Faqih
Pasukan internasional asal Kongo sedang berjaga-jaga di jalanan Bangui, Republika Afrika Tengah, yang sedang berkecamuk.
Foto: EPA/Legnan Koula
Pasukan internasional asal Kongo sedang berjaga-jaga di jalanan Bangui, Republika Afrika Tengah, yang sedang berkecamuk.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGUI -- Kekerasan agama semakin meningkat di utara Republika Afrika Tengah (CAR). Bahkan membuat pasukan penjaga perdamaian tak berdaya menghentikannya. Sabtu (8/3), seorang pekerja Palang Merah tewas.

Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mengatakan, pria bersenjata memasuki misi Katolik di utara Ndele. Ia kemudian membunuh satu orang dari empat staf yang ada di tempat tersebut.

Pria yang dibunuh diidentifikasi berasal dari Afrika Tengah, sementara tiga lainnya aman. Serangan terjadi tepat sepekan setelah peringatan mengenai risiko untuk para pekerja kemanusiaan di bekas koloni Prancis itu. Hal tersebut membuat pejabat senior PBB menyerukan panggilan pada dunia internasional untuk menyebarkan lebih banyak pasukan di Afrika Tengah.

Kepala delegasi ICRC di Afrika Tengah Georgios Georgantas menyatakan kemarahannya atas insiden tersebut. Ia meminta semua untuk menghormati para pekerja bantuan kemanusiaan.

"Kami marah dengan pembunuhan ini, kami sangat memohon pada semua orang yang membawa senjata untuk menghormati semua yang melaksanakan pekerjaan kemanusiaan," katanya.

Jumat (7/3), badan amal medis Medecins Sans Frontieres telah mengeluarkan peringatan. Menurut mereka, kelompok bersenjata telah menyerang dan merampok pekerja bantuan sehingga menyulitkan distribusi bantuan kemanusiaan.

PBB memperkirakan sekitar 650 ribu orang telah terlantar akibat kekerasan di Afrika Tengah. Sementara 300 ribu warga telah menyeberang ke negara tetangga untuk mengungsi.

Dewan Keamanan PBB pada Kamis (6/3), telah membahas proposal untuk penambahan pasukan penjaga perdamaian. Rencananya PBB akan mengirimkan 12 ribu pasukan untuk menghentikan pembunuhan di negara tersebut. Namun hingga saat ini proposal tersebut belum disetujui.

Kekerasan berlatar agama semakin meningkat di Afrika Tengah. Ribuan orang tewas sejak meletusnya pemberontak Seleka, yang sebagian besar Muslim, merebut kekuasaan tahun lalu. Mundurnya pemimpin Seleka Michel Djotodia, membuat milisi anti-Balaka yang mayoritas Kristen meningkatkan pembalasan terhadap warga Muslim.

Dilansir dari the washington post, suatu hari salah seorang warga Muslim Fatimatu Yamsa memutar otak untuk menyelamatkan buah hatinya. Saat mengungsi bersama warga Muslim dan Kristen truknya sempat diberhentikan di pos pemeriksaan oleh milisi Kristen bersenjata. Mereka memerintahkan semua Muslim untuk keluar.

Kala itu Yamsa berdiri dan menyerahkan bayinya pada seorang wanita Kristen dan memintanya berpura-pura jadi ibu anaknya. Ia mengatakan pada wanita tersebut, untuk mencari kakak iparnya di kota selanjutnya dan memberikan bayi itu padanya. Setelahnya, Yamsa bersama warga Muslim lain dibantai di depan sebuah masjid. 

Sekjen PBB Ban Ki-moon telah memperingatkan, kekerasan di Afrika Tengah bisa mengarah pada genosida. Pekan ini ia menyerukan pada DK PBB untuk mengirimkan lebih banyak pasukan perdamaian demi mendukung tentara Prancis dan Afrika yang telah lebih dulu berada di sana.

Komisaris Tinggi PBB untuk pengungsi mengatakan, sebagian besar Muslim di Afrika Tengah (CAR) telah diusir dari bagian barat Republik itu. Menurutnya ribuan warga sipil di negara tersebut berisiko dibunuh di depan mata.

Peringatan tersebut datang setelah menteri luar negeri Afrika Tengah memohon pada Dewan Keamanan PBB untuk segera menyetujui pengiriman pasukan penjaga perdamaian. Pasukan perdamaian diharapkan dapat menghentikan pembunuhan dan meluasnya kekerasan di bekas koloni Prancis tersebut.

"Sejak awal Desember kami telah menyaksikan pembersihan mayoritas penduduk Muslim di CAR barat," kata Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi Antonio Guterres, saat pertemuan 15 negara anggota DK PBB, Kamis (6/3).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement