Senin 10 Mar 2014 13:28 WIB

Kelaparan, Senjata dan Perang Dunia

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Bilal Ramadhan
Warga Suriah kelaparan
Foto: al-monitor
Warga Suriah kelaparan

REPUBLIKA.CO.ID, YARMOUK – Pembiaran terhadap tragedi kelaparan di Yarmouk, Suriah dianggap sebagai sebuah ‘senjata’ perang. Organisasi independen yang fokus terhadap penegakan hak asasi manusia, Amnesty Internasional menganggapnya sebagai taktik perang pemerintah Suriah.

Pernyataan ini dirilis dalam sebuah laporan baru Amnesty Internasional yang bertepatan dengan hampir tiga tahunnya krisis di Suriah. Laporan ini berjudul Squeezing the life out of Yarmouk: War crimes against besieged civilians, dirilis pada Ahad lalu.

"Pasukan Suriah telah melakukan kejahatan perang dengan menggunakan kelaparan warga sipil sebagai senjata," kata Philip Luther, direktur Amnesty bagian Timur Tengah dan Afrika Utara.

‘Taktik’ ini setidaknya telah membuat 128 pengungsi meninggal di Yarmouk karena terkepung di Damaskus. Mereka  tidak mendapat haknya, bahkan untuk sekedar menyuapkan makanan ke dalam mulut mereka.

Amnesty mengatakan para pengungsi ‘dipaksa’ untuk mencari makanan di jalan-jalan. Hingga rumput dan anjing menjadi menu makan mereka karena tidak ada pilihan lain. ‘’Banyak kejadian mengerikan, keluarga harus keluar dari rumah hanya untuk makan kucing dan anjing, banyak warga sipil yang diserang oleh penembak jitu saat mencari makanan,’’ kata Luther. Pemandangan ini sekarang sudah terlalu akrab di Yarmouk.

Ribuan orang saat ini masih terperangkap di sana dalam krisis dan bencana kemanusiaan. Luther menganggapnya sebagai hukuman kolektif dari pemerintah Suriah untuk penduduk sipil. Ia menyerukan pemerintah harus mengizinkan badan-badan kemanusian untuk mengakses Yarmouk langsung jika mereka tidak bisa memenuhi hak masyarakat sipil di sana.

Dikutip dari BBC, warga Yarmouk mengatakan pada Amnesty bahwa mereka belum makan buah dan sayuran selama berbulan-bulan. Bahkan harga satu kilogram beras meroket hingga 100 dolar AS. 60 persen masyarakat dinyatakan telah menderita kekurangan gizi.

Kamp-kamp di Yarmouk didominasi oleh orang-orang Palestina yang mengungsi saat perang Arab Israel tahun 1948. Tetapi saat ini Yarmouk menjadi fokus pertempuran sengit di Damaskus pada akhir 2012 ketika pejuang oposisi masuk. Warga Palestina ini kembali harus mengungsi.

Mayoritas dari 180 ribu warga Palestina di Yarmouk berhasil mengungsi namun sekitar 20 ribu orang masih terjebak  karena pasukan pemerintah memotong jalur pengungsian pada Juli 2013 lalu.

Bulan lalu, Dewan Keamanan PBB menyetujui sebuah resolusi yang menyerukan untuk semua pihak yang terlibat dalam konflik untuk segera mencabut pengepungan dan melakukan gencatan senjata. Tapi sejauh ini, gencatan senjata gagal membuat warga sipil terkepung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement