REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Luar Negeri AS John Kerry, Rabu (12/3), mengakui adanya kesulitan dalam mendorong pembicaraan perdamaian antara Israel dan Palestina kendati ia melancarkan upaya gigih selama setahun belakangan.
Utusan senior Amerika itu merujuk kepada tingkat tidak percaya antara kedua pihak, yang ia sebut "tingkat tidak percaya terbesar yang pernah saya lihat".
"Di kedua pihak, tak satu pun percaya pihak lain benar-benar serius," kata Kerry kepada anggota parlemen di satu panel dengar pendapat Majelis mengenai anggaran lembaganya bagi tahun fiskal 2015. "Tak satu pun percaya pihak lain siap membuat pilihan besar yang harus di buat di sini."
"Saya masih percaya itu mungkin tapi sulit, jadi kami akan melanjutkan secara tertutup seperti yang telah kami lakukan," ia menambahkan. "Saya sungguh-sungguh percaya kedua pihak serius. Kedua pihak ingin mencari jalan untuk maju."
Kerry mulanya bertujuan mewujudkan kesepakatan mengenai semua masalah status akhir --keamanan, perbatasan, status Jerusalem dan pengungsi-- dalam waktu sembilan bulan ketika ia membawa kembali pejabat Israel dan Palestina ke perundingan baru pada akhir Juli tahun lalu, seelah macet selama tiga tahun.
Namun, tak ada kemajuan yang telah dibuat sejauh ini kendati ada dorongan kuat Kerry selama 10 kunjungannya ke wilayah itu dalam satu tahun belakangan. Semua pihak telah berkutat mengenai masalah pembangunan permukiman di wilayah pendudukan, pengaturan keamanan dan masalah lain.
"Saya harus katakan kebanyakan perincian tak keluar di pasar percakapan. Tapi telah ada cukup banyak pernyataan dramatis terbuka mengenai satu sikap dan yang lain yang saya kira berada di jalan perundingan," kata Kerry, sebagaimana dikutip Xinhua, Kamis pagi.
Pemerintah Presiden AS Barack Obama berusaha menjual rencana kerangka kerja kepada kedua pihak yang akan membimbing perundingan melalui penjabaran kesepakatan, sebagaimana dikatakan Kerry pada Februari bahwa pembicaraan tersebut tak bisa memenuhi tenggat asli, 29 April.
Obama dijadwalkan bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada 17 Maret di Gedung Putih, setelah pembicaraannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 3 Maret.
Pada Rabu, Perdana Menteri Inggris David Cameron --dalam kunjungan pertamanya ke Israel sebagai perdana menteri-- menyeru Knesset (Parlemen) Israel agar mencapai perdamaian bersejarah dengan Palestina.
Cameron menyampaikan pidato keras pro-Israel dalam satu sidang khusus pleno Knesset, dan hanya secara singkat berbicara mengenai masalah permukiman tidak sah di Tepi Barat Sungai Jordan.
"Kami mendukung kompromi yang diperlukan, termasuk penghentian kegiatan permukiman dan
juga diakhirinya hasutan Palestina," kata Cameron di dalam pidatonya.
Cameron juga mengatakan ia sepenuhnya mendukung Menteri Luar Negeri AS John Kerry untuk merancang kesepakatan kerangka kerja antara Israel dan Palestina menuju penyelesaian dua-negara.