REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, Direktur Jenderal UNESCO Irina Bokova dan Wakil Khusus PBB dan Liga Arab untuk Suriah Lakhdar Brahimi, Rabu (12/3), menyerukan dalam pernyataan bersama dihentikannya pengrusakan warisan budaya di Suriah.
Warisan Budaya di Suriah --yang dilanda pertempuran-- dicabik-cabik di tengah kerusuhan yang berkecamuk dan telah mengakibatkan kerugian serta penderitaan sangat besar bagi rakyat, kata ketiga pejabat itu dalam pernyataan mereka.
Pernyataan tersebut mengatakan lokasi warisan dunia di sana rusak parah, kadangkala tak bisa diperbaiki, dan empat di antaranya digunakan untuk tujuan militer atau berubah menjadi medan tempur.
Terlebih lagi, mereka menyatakan lokasi arkeologi di Suriah secara sistematis dijarah dan penyelundupan gelap benda warisan budaya telah mencapai tingkat yang tak pernah terjadi sebelumnya.
Ketiga pejabat senior itu juga memperingatkan bahwa warisan budaya Suriah dilaporkan telah secara sengaja dijadikan sasaran karena alasan ideologi, dan semua lapisan kebudayaan Suriah telah diserang.
"Penghancuran warisan yang sangat berharga seperti itu memiliki dampak sangat besar pada identitas dan sejarah rakyat Suriah serta seluruh umat manusia, dan merusak dasar masyarakat selama bertahun-tahun ke depan," kata mereka.
Ketiga pejabat tersebut menyeru semua pihak agar segera menghentikan semua pengrusakan warisan budaya Suriah serta menyelamatkan dan melindungi mosaik sosial yang kaya di negeri itu serta warisan budaya, sejalan dengan Resolusi 2139 Dewan Keamanan PBB.
Krisis berkepanjangan di Suriah telah membuat jutaan orang meninggalkan tempat tinggal mereka. Mereka menjadi pengungsi di dalam negeri mereka, atau menyelamatkan diri ke negara tetangga Suriah --terutama Lebanon dan Jordania.
Menurut statistik baru-baru ini, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik di Suriah selama tiga tahun; 9,3 juta orang memerlukan bantuan, dan 4,65 juta di antara mereka adalah anak-anak.
Menurut Dana Anak PBB (UNICEF), satu dari 10 anak pengungsi bekerja dan satu dari setiap lima pernikahan perempuan Suriah yang terdaftar di Jordania --yang menampung 500.000 pengungsi Suriah-- adalah anak di bawah usia 18 tahun.