REPUBLIKA.CO.ID, FREETOWN -- Mantan presiden Sierra Leone Ahmad Tejan Kabbah pada Kamis (13/3), dalam usia 82 tahun. Hal tersebut berdasarkan informasi dari keluarganya yang dikutip Xinhua.
Kabbah memangku jabatan presiden pada 1996, dan mengakhiri satu dasawarsa kekuasaan militer. Ia sempat didepak oleh kudeta militer pada 1997, tapi kembali memangku jabatan di istana presiden tahun berikutnya dengan bantuan Pasukan Campur Tangan Afrika Barat.
Ia mendapat pujian karena membawa Sierra Leone melewati proses perdamaian dan mengakhiri perang, sebagaimana janjinya dalam pidato pelantikan di Freetown, demikian laporan Xinhua yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat (14/3) pagi. Ia pensiun dari dunia politik pada 2007, setelah memangku dua masa jabatan.
Kabbah mengumumkan perang saudara secara resmi berakhir pada 2002. Puluhan ribu orang Sierra Leone di seluruh negeri itu turun ke jalan untuk merayakan berakhir perang.
Kabbah selanjutnya dengan muda meraih masa jabatan lima tahun terakhirnya dalam pemilihan presiden setahun kemudian, dengan meraih 70,1 persen suara. Ia mengalahkan pesaing utamanya Ernest Bai Koroma dari partai oposisi utama Kongres Seluruh Rakyat (APC). Pengamat internasional mengumumkan pemilihan umum tersebut jujur dan adil.
Ahmad Tejan Kabbah, dari suku Mandingo, adalah orang Muslim pertama Sierra Leone yang menjadi kepala negara. Kabbah dilahirkan di Pendembu, Kabupaten Kailahun di Sierra Leone Timur, meskipun ia kebanyakan dibesarkan di Freetown, demikian laporan media.
Sebagian besar masa jabatan pertama Kabbah dipengaruhi oleh perang saudara melawan Front Persatuan Revolusioner (RUF), pimpinan Foday Sankoh, sampai ia sempat digulingkan oleh Dewan Revolusioner Angkatan Bersenjata dari Mei 1997 sampai maret 1998.
Tak lama kemudian ia kembali memangku jabatan, setelah campur tangan militer oleh Masyarakat Ekonomi Negara Afrika Barat (ECOWAS), yang dipimpin Nigeria. Tahap lain perang saudara membuat keterlibatan PBB dan Inggris di negeri itu pada 2000.
Sebagai presiden, Kabbah membuka perundingan langsung dengan pemberontak RUF guna mengakhiri perang saudara. Ia menandatantangani beberapa kesepakatan perdamaian dengan pemimpin RUF Foday Sankoh, termasuk Kesepakatan Perdamaian Lome 1999.
Dalam kesepakatan itu, gerilyawan, untuk pertama kali, menyetujui gencatan senjata sementara dengan Pemerintah Sierra Leone. Ketika kesepakatan gencatan senjata dengan pemberontak tersebut terlihat ambruk, Kabbah mengupayakan bantuan internasional dari Inggris, Dewan Keamanan PBB, Uni Afrika dan ECOWAS untuk membantunya mengalahkan pemberontak dan memulihakn perdamaian serta ketenangan di Sierra Leone.