REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Dari dataran tinggi di Papua Nugini sampai ke pegunungan Nepal, sejumlah akademisi Australia menggunakan teknologi telepon pintar. Caranya dengan menggunakan smartphone yang bisa merekam bahasa dan model ini bisa untuk komunikasi. Langkah ini diyakini mampu menyelamatkan bahasa yang hampir punah.
Semisal di daerah dataran tinggi dan hutan di Papua Nugini. Begitu sulitnya bagi manusia sehingga masyarakat di sana sering hidup terpencil dari satu komunitas ke yang lainnya. Akibatnya di satu kawasan saja, banyak komunitas yang memiliki bahasa yang betul-betul berbeda dengan komunitas lain.
Dari sekitar 7.000 bahasa di dunia ini, sekitar 1.000 di antaranya digunakan di Papua Nugini.
Dan kekayaan bahasa ini terancam, seperti banyak bahasa penduduk asli di tempat lain, terutama bahasa tutur.
Sekelompok akademisi sekarang terlibat dalam kegiatan untuk melestarikan bahasa-bahasa tersebut dengan mendokumentasikannya sebelum bahasa tersebut telanjur musnah.
Dr Stephen Bird dari Universitas Melbourne sudah terlibat dengan masyarakat terpencil di seluruh dunia, mencoba menyelematkan bahasa-bahasa yang hampir punah termasuk di Papua Nugini.
Dia mengatakan yang diselamatkan bukan sekAdar kata-kata yang diucapkan pemakainya.
"Yang akan hilang adalah pengetahuan yang sudah diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya mengenai bagaimana untuk bisa hidup berkelanjutan di sebuah tempat." kata Bird.
"Juga mereka memiliki perspektif unik mengenai lingkungan mereka. Mereka memiliki nama untuk semua hal di lingkungan mereka, dan nama itu menunjukkan bagaimana dunia ini terbentuk dalam akal pikiran mereka."
Beberapa tahun lalu, Bird dan timnya memutuskan mengganti alat perekam sebelumnya dengan telepon pintar (smartphone). Dengan mikrofon yang sudah ada di dalam telepon tersebut berfungsi sebagai alat perekam dan juga bisa mengirim bahan rekaman.
Sejak itu, mereka berhasil mengembangkan piranti lunak bagi telepon yang bisa digunakan dengan mudah oleh penggunanya, walau mereka mungkin tidak bisa membaca.
Dengan menggunakan telepon pintar dan bukannya alat perekam yang besar, dan berat, menurut Bird, mereka bisa berbincang dengan subjek penelitian mereka dengan santai.
Telepon ini juga bisa dibawa kemana-mana, sehingga memberi kesempatan untuk merekam lebih banyak ragam bahasa.
Hasil dari proyek ini adalah mereka bisa merekam sebanyak mungkin bahasa yang terancam punah, kemudian menterjemahkan contoh-contoh bahasa tersebut ke bahasa-bahasa besar di dunia.
Inilah yang sekarang terus dilanjutkan oleh Dr Bird dan timnya dari Universitas Melbourne.
"Saya bangga bisa memberikan kesempatan bagi masyarakat terpencil suara mereka. Banyak sekali masyarakat yang hidup terpencil dimana suara mereka sudah hilang. Dan sekarang kita bisa menggunakan teknologi dengan metode penelitian terbaru guna membantu mereka." kata Bird.