Selasa 18 Mar 2014 12:35 WIB

Obama Terus Desak Abbas

Rep: Gita Amanda/ Red: Mansyur Faqih
Barack Obama
Foto: AP/Manuel Balce Ceneta
Barack Obama

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama mendesak Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk membantu memecahkan kebuntuan dalam pembicaraan damai dengan Israel. Obama mengatakan, para pemimpin kedua belah pihak harus mengambil risiko politik sebelum batas waktu berakhir pada 29 April.

Dalam pembicaraan di Gedung Putih, pada Senin (17/3), Abbas mengakui tenggat waktu untuk menggelar negosiasi Timur Tengah sudah hampir habis. Abbas pun menyerukan Israel untuk segera membebaskan tahanan Palestina pada akhir Maret.

Hal tersebut menurutnya, untuk menunjukkan keseriusan Israel dalam mendukung upaya perdamaian. Dua pekan sebelumnya, Obama bertemu dengan PM Israel Benyamin Netanyahu. Obama menegaskan, tak akan menyerah untuk terus mengupayakan proses perdamaian. 

Meski pun pesimisme berkembang luas mengenai tercapainya kerangka kesepakatan. "Ini sangat sulit, tapi kami akan harus mengambil beberapa keputusan politik yang sulit dan berisiko untuk bisa bergerak maju. Dan saya berharap kita dapat terus melihat kemajuan dalam beberapa hari dan pekan ke depan," kata Obama yang didampingi Abbas di Ruang Oval, Gedung Putih.

Salah satu hambatan utama pembicaraan adalah permintaan Netanyahu, agar Abbas secara eksplisit mengakui Israel sebagai negara Yahudi. Permintaan Netanyahu mendapat penolakan dari Palestina. Menurut Abbas, konsesi tersebut akan menghancurkan narasi mereka sendiri tentang kebangsaan.

Menurut Abbas, tanpa mengakui sebagai bangsa Yahudi, Palestina telah menerima legitimasi Israel sejak 1988 dan 1993. Dari sana saja, Palestina terlihat telah mengakui negara Israel.

Washington mendukung posisi Israel, tetapi mengatakan masalah ini seharusnya tak menjadi hambatan untuk kemajuan diplomatik. Masalah ini seharusnya bisa ditangani dengan negosiasi di masa depan. 

Obama menegaskan, setelah puluhan tahun negosiasi berlangsung dan berhenti kemungkinan perjanjian perdamaian akhir akan sulit dipahami.

"Semua orang sulit memahami garis besar kesepakatan akan seperti apa, ini melibatkan kompromi teritorial di kedua sisi berdasarkan batas '67 yang disepakati bersama. Kesepakatan akan memastikan Israel tetap aman dan Palestina memiliki negara berdaulat," ujar Obama.

Abbas setuju dengan solusi untuk membangun negara Palestina di perbatasan yang ada sebelum Perang Timur Tengah 1967, dan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina. Namun Netanyahu menyatakan Israel tak akan pernah kembali pada garis batas yang ditentukan sebelum 1967. Ia juga menganggap Yerusalem sebagai bagian tak terpisah dari Israel.

Tak hanya mendapat tekanan dari AS, Abbas juga menghadapi tekanan dari orang-orang Palestina untuk tetap berpegang teguh pada batas sesuai konsesi. Abbas mengatakan pada wartawan di awal pembicaraan, Palestina tak punya waktu untuk disia-siakan. "Waktu tak di pihak kami," ujarnya.

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement