Selasa 18 Mar 2014 12:42 WIB

AS Tetap Desak Korut Berubah, Saat Utusan Cina di Pyongyang

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menggunakan teropong untuk melihat wilayah Selatan dari pos pengamatan militer di wilayah perbatasan Korut dan Korsel.
Foto: AP
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menggunakan teropong untuk melihat wilayah Selatan dari pos pengamatan militer di wilayah perbatasan Korut dan Korsel.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ketika utusan tinggi Cina di Korea Utara memulai kunjungan tak terduga ke Pyongyang, pemerintah Amerika Serikat Senin menegaskan kembali kesediaannya untuk terlibat secara konstruktif dengan Pyongyang.

Tetapi Washington terus menekan Pyongyang untuk menunjukkan keseriusannya tentang dialog melalui tindakan, bukan retorika.

"Bola ada di pihak Korea Utara," kata Jen Psaki, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, kepada wartawan dalam konferensi pers melalui telepon pada hari bersalju.

Korea Utara harus memenuhi komitmen untuk denuklirisasi, mematuhi kewajiban internasionalnya dan kesepakatan damai dengan tetangga-tetangganya, serta menahan diri dari provokasi, katanya.

"Jelas, kami belum melihat bukti dari kesediaan mereka untuk melakukan itu," tambah Psaki.

Komentarnya itu muncul beberapa jam setelah Wu Dawei, utusan penting Beijing untuk Korea, tiba di Utara pada kunjungan yang dipandang bertujuan untuk meremajakan pembicaraan enam negara mengenai program nuklir negara komunis itu.

Setelah serangkaian pertemuan dengan para pemimpin Cina di Beijing bulan lalu, Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengatakan kedua pihak bertukar beberapa gagasan spesifik mengenai cara-cara untuk melanjutkan dialog dengan Korea Utara.

Sementara itu, pemerintahan Obama menyatakan dukungan untuk langkah Jepang menyelesaikan masalah warga Jepang yang diculik Korea Utara pada beberapa dekade yang lalu.

Dalam satu tanda harapan, Jepang dan Korea Utara dilaporkan berusaha untuk memulai kembali pembicaraan resmi antara pejabat senior mereka tentang masalah itu.

Pekan lalu, Korea Utara mengizinkan orang tua Megumi Yokota, yang diculik ke Korea Utara pada tahun 1977 pada usia 13, untuk bertemu cucu mereka di Mongolia untuk pertama kalinya.

Yokota adalah sosok simbolis sejauh masalah penculikan yang bersangkutan.

Juru bicara Departemen Luar Negeri menekankan Washington dan Tokyo berada pada halaman yang sama atas masalah ini.

"Kami mendukung upaya Jepang untuk menyelesaikan masalah penculikan ini secara transparan," kata Psaki.

"Dan kami terus berkoordinasi erat dengan Jepang mengenai berbagai isu Korea Utara."

sumber : Antara/Yonhap-0ANA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement