Rabu 19 Mar 2014 14:27 WIB

Rakyat Gaza Alami Krisis Kesehatan

Warga Gaza semakin menderita akibat blokade berkepanjangan yang diberlakukan Israel.
Foto: Dok Onim
Warga Gaza semakin menderita akibat blokade berkepanjangan yang diberlakukan Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sukarelawan Indonesia untuk Palestina di Jalur Gaza Abdillah Onim mengemukakan bahwa di kawasan yang masih diblokade Israel saat ini rakyat mengalami krisis kesehatan.

"Dari segi kesehatan, setelah melakukan koordinasi dengan pihak Kementerian Kesehatan Palestina di Jalur Gaza diketahui bahwa rakyat Gaza tidak hanya mengalami krisis dari segi bahan makanan akan tetapi lebih dari itu yaitu krisis pasokan obat-obatan," kata Abdillah Onim kepada Antara melalui surat elektronik yang dikirimkan dari Gaza, Rabu (19/3).

Ia menjelaskan dengan kondisi tersebut terpaksa para pasien harus dirujuk ke Israel dan ke Mesir untuk menjalani perawatan yang memadai. "Namun, tidak sedikit dari para pasien menemui nasib meninggal dunia sebelum tiba di rumah sakit, baik di Mesir maupun di Israel," tegasnya.

Akibatnya, kata dia, krisis kemanusiaan dan krisis bantuan kemanusiaan hingga kini masih dirasakan oleh warga Jalur Gaza, Palestina. Lebih dari 1,7 juta jiwa warga Jalur Gaza yang hidup di wilayah dengan panjang 47 km dan lebar 11 km itu, lebih dari 50 persen adalah pengangguran.

Abdillah Onim menjelaskan bahwa dua hari lalu, ia melakukan kunjungan ke salah satu lembaga layanan kesehatan non-pemerintah, di mana gedungnya sangat besar. "Akan tetapi pasiennya bisa dikatakan tidak ada, Setelah saya telusuri tidak ada pasien bukan karena rakyat Gaza terhindar dari penyakit atau tidak sakit, akan tetapi mereka yang sakit terpaksa memilih di rumah karena tidak memiliki dana untuk berobat," katanya.

Padahal, kata dia, di lembaga kesehatan tersebut sebenarnya mematok harga berobat dengan harga yang terjangkau alias subsidi silang, namun karena tidak mampu mereka tetap tidak bisa mengakses layanan kesehatan. Menurut Onim, lebih dari 10 ribu janda terdapat di Gaza dan 23 ribu anak yatim yang hidup di wilayah yang masih di blokade Israel.

Awalnya para janda dan anak yatim menerima bantuan LSM dari berbagai negara melalui pintu Rafah, perbatasan antara Gaza dan Mesir, namun karena saat ini pintu Rafah ditutup dan bantuan kemanusiaan tidak diperbolehkan masuk Gaza, maka terjadi krisis kemanusiaan.

"Akibat dari penutupan pintu Rafah dan penghancuran terowongan maka para janda dan anak yatim serta keluarga fakir harus menerima risikonya yaitu tidak menerima bantuan. Saya merasakan kebingungan dari mana mereka mendapatkan makanan untuk bertahan hidup," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement