Jumat 21 Mar 2014 05:41 WIB

Pemimpin Kudeta Mali 2012 Mogok Makan

Muslim Mali berjalan menuju Masjid Sankore, salah satu situs yang jadikan warisan dunia oleh UNESCO.
Foto: AP Photo/Harouna Traore
Muslim Mali berjalan menuju Masjid Sankore, salah satu situs yang jadikan warisan dunia oleh UNESCO.

REPUBLIKA.CO.ID, BAMAKO -- Pemimpin kudeta Mali yang ditahan, Amadou Sanogo, melakukan aksi mogok makan untuk memprotes pemindahannya dari ibu kota ke sebuah penjara di wilayah selatan negara itu, kata pengacaranya, Kamis.

"Untuk memprotes pemindahannya ke Selingue, klien saya memulai aksi mogok makan pada Rabu malam," kata Toure Harouna kepada AFP.

Seorang pembantu dekat Hakim Yaya Karembe, yang memenjarakan Sanogo pada akhir 2013, mengatakan, pemindahan ke penjara di kota wilayah selatan, Selingue, 140 kilometer sebelah selatan Bamako, merupakan tindakan yang sah.

Sanogo, yang kudetanya pada Maret 2012 menjebloskan Mali ke dalam kekacauan, dan sejumlah anggotanya diadili atas tuduhan-tuduhan kriminal yang mencakup pembunuhan dan penculikan.

Seminggu setelah penangkapannya pada November 2013, sebuah kuburan massal ditemukan di dekat Bamako dengan 21 mayat yang diduga prajurit berpangkat tinggi yang setia pada Presiden terguling Amadou Toumani Toure.

Empat mayat lain ditemukan dua pekan kemudian, ketika penyelidik menginterogasi Sanogo dan beberapa sekutunya.

Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.

Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.

Kelompok garis keras, yang kata para ahli bertindak di bawah payung Al Qaida di Maghribi Islam (AQIM), menguasai kawasan Mali utara, yang luasnya lebih besar daripada Prancis, sejak April tahun lalu.

Pemberontak suku pada pertengahan Januari 2012 meluncurkan lagi perang puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat yang baru kembali dari Libya. Namun, perjuangan mereka kemudian dibajak oleh kelompok-kelompok muslim garis keras.

Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret 2012 dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja.

Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari 2013 meluncurkan operasi ketika militan mengancam maju ke ibu kota Mali, Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement