Jumat 21 Mar 2014 19:51 WIB

Ini Perkembangan Pencarian MH370 di Samudera Hindia

Rep: Gita Amanda/ Red: Joko Sadewo
Malaysia Airlines
Malaysia Airlines

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Kantor berita Cina, Xinhua, melaporkan tujuh kapal Cina tengah menuju selatan Samudera Hindia. Dengan tiga kapal angkatan laut telah berada dalam perjalanan. Xinhua juga mengatakan, kapal penelitian pemecah es Antartika, Xuelong atau Naga Salju, akan menuju wilayah pencarian. Naga Salju akan berlabuh di pelabuhan Fremnatle, Australia Barat.

Tiga pesawat RAAF Orions Australia dan pesawat jarak jauh Bombardier Global Express telah meninggalkan Perth hari ini. Mereka bergabung dengan pesawat AS P8 Poseidon sore ini. Pesawat masing-masing menghabiskan waktu sekitar dua jam mencari, sebelum akhirnya kembali ke Australia Barat untuk mengisi bahan bakar.

Sebelumnya Australia mengatakan, gambar-gambar satelit yang diambil dari perusahaan komersial Digital Globe pada Ahad (16/3) menunjukkan adanya dua benda terapung di atas air. Panjang benda sekitar 24 meter, yang diduga terkait dengan pesawat MH370.

Warren Truss mengatakan, pihak berwenang telah menjatuhkan pelampung di area pencarian. Hal itu dilakukan untuk menganalisis efek dari angin dan arus, agar bisa menentukan di mana objek kemungkinan melayang. Benda-benda diperkirakan bergerak sekitar 12 km per jam.Namun,

Truss juga mengatakan objek yang terlihat di foto satelit bisa saja tenggelam. "Sesuatu yang mengambang di laut dalam waktu lama mungkin tidak lagi mengambang, benda mungkin telah tenggelam ke bawah," ujar Truss.

Pesawat Poseidon telah menggunakan radar untuk mendeteksi benda-benda di bawah air. Wartawan di kapal Angkatan Laut Poseidon mengatakan pada ABC, mereka telah 'menyapu' wilayah tersebut kemarin. Hasilnya hanya terlihat sebuah kapal barang dan beberapa lumba-lumba.

Radar yang digunakan menurutnya dapat menangkap objek sangat dekat dengan air, bahkan di kedalam 300 kaki. Bola basket yang berada di dalam air pun bisa terlihat dengan alat ini. "Ditambah lagi mereka memiliki radar berteknologi tinggi, yang mampu menyapu hingga 25 km di setiap sisi pesawat. Jika ada sesuatu di sana, pesawat pasti akan melihat," ujarnya.

Sementara itu, pesawat Royal Air Force Selandia Baru, 3 Orionm telah terbang dari Perth beberapa hari lalu. Mereka turut membantu dalam pencarian jejak objek.

Perwira Angkatan Laut Selandia Baru Mike Yardley mengatakan, sejauh ini radar hanya menangkap munculnya paus dan lumba-lumba. Padahal apa pun yang berada dipermukaan air menurutnya pasti akan tertangkap radar pesawatnya.

"Peralatan kami bekerja dengan sangat baik kemarin dan bahkan mengambil objek yang sangat kecil seperti mamalia ini. Jadi Anda bisa bayangkan jika ada sepotong besar badan pesawat, atau potongan logam dari pesawat terbang, maka tentu saja kita akan menemukannya," ujar Yardley.

Namun, cuaca buruk menurut Yardley sempat menghambat pencarian kemarin. Pesawat menurutnya dipaksa untuk terbang lebih rendah dari biasanya. Jika cuaca sempurna menurutnya, kemungkinan mereka akan melakukan pencarian hingga ketinggian 300-400 meter. Komodor Udara Yardley mengatakan, pesawat akan kembali terlibat dalam pencarian besok.

DigitalGlobe mengatakan, banyak gambar yang ditangkap mengalami keterlambatan dalam mengidentifikasi dua benda. Juru bicara DigitalGlobe Turner Brinton mengatakan, lima satelit resolusi tinggi telah menangkap lebih dari tiga juta km persegi dari citra bumi setiap hari. "Volume citra terlalu luas untuk mencari secara real time tanpa tahu ke mana harus mencari," katanya.

Insinyur ruang Australia memperingatkan, untuk tak terlalu banyak menaruh kepercayaan pada gambar satelit. Sebab menurutnya satelit memiliki keterbatasan. Menurutnya citra satelit hanya sebuah kamera sangat mahal yang terbang di langit. Mereka secara teratur bergerak ke tempat-tempat tertentu, tak tidak bisa dikirim ke tempat yang diinginkan.

"Mereka berada dalam orbit tetap dan Anda harus memberitahu mereka di wilayah mana pencitraan diambil. Jadi mengharapkan satelit untuk tahu di mana pesawat itu tidak terlalu berguna," ujarnya.

Gita Amanda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement