REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG — Kementerian Pendidikan Afrika Selatan mengatakan negara itu akan memperkenalkan Mandarin ke dalam kurikulum sekolah. Langkah ini merupakan bagian dari upaya lebih besar untuk mendekatkan diri pada Cina sebagai mitra perdagangan besar, sebuah langkah yang dikirik sekaligus disambut baik.
Afrika Selatan yang berpenduduk 51 juta orang itu sudah memiliki 11 bahasa resmi. Jika Anda ingin mengatakan 'halo' di negara itu, ada berbagai pilihan: "sawubona" dalam bahasa Zulu, "hallo" dalam bahasa Afrikaans dan "dumelang" dalam bahasa Setswana. Dan sekarang, kementerian ingin menambah "ni hao."
Sebuah perjanjian bulan ini antara kedua negara itu fokus pada lima wilayah kerja sama: pengembangan kurikulum, matematikan dan sains, pelatihan guru, pendidikan kejuruan, serta riset dan pengembangan dalam pendidikan dasar.
Juru bicara Kementerian Pendidikan Dasar Troy Martens mengatakan kemitraan baru itu sangat bernilai untuk kedua negara, meski para pejabat belum mengatakan berapa biaya inisiatif ini. Aspek yang paling banyak menarik perhatian adalah pemasukan Bahasa Mandarin di sekolah-sekolah.
Sebuah studi dari lembaga riset Pew tahun lalu menunjukkan warga Afrika Selatan memiliki perasaan mendua terhadap China. Survei itu menunjukkan 46 persen rakyat Afrika Selatan tidak menyukai penyebaran ide-ide dan adat istiadat China di negaranya, sementara 60 persen tidak menyukai musik, film dan acara televisi China.
Martens mengatakan pasar mengalahkan perasaan-perasaan itu. "Cina adalah mitra perdagangan terbesar untuk Afrika Selatan," ujarnya. "Jadi sangat bermanfaat untuk para pelajar di Afrika Selatan untuk terpapar bahasa internasional ini."
Ia menambahkan pelajaran itu tidak wajib, dan tidak ada di setiap sekolah, melainkan hanya ada di sekolah-sekolah yang merasa memiliki kapasitas untuk mengajarkan bahasa tersebut.