REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Sabtu (22/3), mengatakan kebijakan Israel untuk memperluas permukiman Yahudi dan pembunuhan orang Palestina membuat pembicaraan perdamaian berada dalam kondisi negatif, kata kantor berita resmi Palestina, WAFA.
"Kebijakan pemerintah Israel mengakibatkan kegagalan upaya internasional yang bertujuan mewujudkan perdamaian di Timur Tengah," kata Abbas selama satu pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Luksemburg Jean Asselborn, Sabtu malam (22/3), sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau di Jakarta, Ahad (23/3) pagi.
Ia kembali mengatakan pihak Palestina terikat komitmen untuk mewujudkan perdamaian yang adil dan langgeng dengan dasar penerapan resolusi internasional sampai berdirinya Negara Palestina dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Pembicaraan perdamaian langsung yang ditaja AS antara Israel dan Palestina, yang ditetapkan berlangsung dari Juli sampai April, belum mencapai hasil nyata apa pun, demikian pernyataan yang sebelumnya dikeluarkan oleh pejabat Palestina dan Israel.
Sementara itu, Asselborn menegaskan dukungan negaranya bagi berdirinya Negara Palestina Merdeka di dalam perbatasan 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya dan penghentian total semua kegiatan permukiman.
"Israel harus sepenuhnya menghentikan kebijakan permukiman sebab permukiman itu tidak sah menurut hukum internasional serta memberi kesempatan sejati bagi tercapainya penyelesaian dua-negara sesungguhnya," kata Asselborn dalam taklimat yang diselenggarakan bersama Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Al-Malki di Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan.
Ia menyeru Israel agar mencabut blokade yang diberlakukan atas Jalur Gaza dan membuka kembali tempat penyeberangan perbatasan di daerah kantung pantai itu.