Senin 24 Mar 2014 07:10 WIB

Menlu Ukraina: Kemungkinan Perang dengan Rusia 'Semakin Besar'

Daftar rudal Ukraina milik Ukrainian Space Agency
Foto: [ist]
Daftar rudal Ukraina milik Ukrainian Space Agency

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Ukraina Andriy Deshchytsya dalam wawancara yang disiarkan oleh stasiun televisi Amerika Serikat, Ahad, mengatakan kemungkinan perang antara negaranya dan Rusia semakin besar.

"Kemungkinan itu semakin besar. Kami tidak tahu apa yang dipikirkan oleh (Presiden Rusia Vladimir) Putin dan apa yang akan menjadi keputusannya," kata Deshchytsya kepada stasiun televisi ABC.

"Itu sebabnya situasi saat ini semakin berbahaya dibandingkan yang terjadi pada beberapa pekan lalu," kata dia.

Pernyataan tersebut disiarkan satu hari setelah pasukan Rusia menggunakan kendaraan lapis baja dan granat untuk menembus pangkalan udara di dekat Simferopol, kota utama di semenanjung Crimea.

Sebelumnya, transkrip wawancara dengan Deshchytsya yang disiarkan oleh ABC menunjukkan kekhawatiran menteri luar negeri Ukraina tersebut terhadap kemungkinan perang antara dua negara.

"Persoalannya adalah bahwa Rusia, khususnya pemerintahan di bawah Putin dan juga Putin sendiri tidak ingin berkomunikasi dan mendengarkan dengan masyarakat internasional. Dia juga tidak merespons pernyataan-pernyataan yang ingin meredakan situasi dan menghentikan invasi," kata dia.

Sebelumnya, pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh kepala Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina Andriy Parubiy--yang menduduki jabatan tersebut setelah memimpin demonstrasi anti pemerintah di Kiev.

"Tujuan Putin bukan hanya Crimea melainkan seluruh Ukraina. Putin telah menyiapkan pasukan besar di perbatasan dan siap menyerang kapanpun dibutuhkan," kata Parubiy kepada para pendukungnya di ibu kota.

Invasi militer Rusia muncul saat hubungan antara Timur dan Barat semakin memanas setelah Jerman--yang sebelumnya membangun hubungan baik dengan Putin--menerapkan sanksi terhadap Krimlin karena dinilai berusaha mengembalikan Eropa ke masa Perang Dingin.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement