REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO– Mesir berencana untuk memasok senjata dari Rusia. Menteri Dalam Negeri Mohamed Ibrahim pada Ahad (23/3) waktu setempat, mengatakan bahwa Mesir menghadapi masalah dalam pasokan senjata. Mereka kemudian mempertimbangkan untuk import senjata dari Rusia.
"Ada masalah persenjataan karena import persenjataan dari Amerika Serikat dan Uni Eropa terhambat,’’ katanya kepada wartawan saat pertemuan seperti dikutip dari Ahram Online.
Terhambatnya pasokan ini terjadi setelah Presiden Mesir Mohamed Morsi terguling saat musim panas lalu. Pengadaan senjata semakin mendesak karena kericuhan masih terus berlanjut. Ibrahim yang diangkat bersama Morsi oleh Ikhwanuh Muslimin mengatakan pasukan keamanan telah menghadapi satu lagi kekacauan di Mesir.
Pasukan keamanan berhasil menggagalkan upaya pemboman kereta api di kota Shabil El Kom di Menoufiya. Dia menggambarkan upaya tersebut sebagai eskalasi oleh Ikhwanul Muslim terhadap masyarakat Mesir.
Mereka telah dicap sebagai organisasi teroris oleh pemerintah sejak Desember 2013 lalu. Meski demikian, Ikhwanul Muslimin menyangkal hubungan dengan serangan militan yang menimpa Mesir khususnya pada pasukan keamanan sejak Morsi terguling.
Kelompok-kelompok teroris bersembunyi di daerah pedesaan dan kota-kota kumuh. Sehingga kita perlu penyelidikan yang memadai, juga persiapan untuk membuat rencana serangan,’’ kata dia.
Kelompok ini menggunakan tempat-tempat tersebut karena pihak berwenang sulit berurusan dengan tempat-tempat ini. Rencana memasok senjata dari Rusia ini dinilai memungkinkan sejak Kepala Militer Mesir Abdel Fattah el-Sisi beserta menteri luar negerinya Nabil Fahmy melakukan kunjungan ke Moskow Rusia untuk bertemu dengan diplomat tinggi Rusia Sergei Lavrov satu bulan lalu, Februari 2014.
Kunjungan ini dilakukan untuk memperketat hubungan pertahanan kedua negara. Jenderal el-Sisi juga dikabarkan membicarakan kesepakatan pembelian senjata dengan total harga 2 miliar dolar AS dengan Rusia.