REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Pusat (PP) Persatuan Islam (Persis) berpendapat tindakan pengadilan Mesir yang memvonis mati 529 anggota Ikhwanul Muslimin (IM) sama saja dengan zionisme Israel.
Dalam situasi perang saja, orang saling membunuh hanya dalam kondisi terpaksa untuk mempertahankan diri dengan suasana psikologis "dibunuh atau membunuh".
Tapi di Mesir, hanya karena perbedaan politik saja, apalagi saudara se-Iman dan se-Aqidah, pengadilan justru memerintahkan 529 aktivis Ikhwanul Muslimin divonis mati.
Pendapat ini diungkapkan Sekretaris Umum (Sekum) PP Persis, Irfan Safruddin, saat dihubungi Republika pada Selasa petang (25/3) melalui handphone.
"Menumpahkan darah sesama kaum Muslimin itu haram hukumnya, apalagi masalah Mesir hanyalah perbedaan paham politik antar saudara se-Iman dan se-Aqidah," tutur Imam Safruddin.
Dalam perang saja, tutur Irfan Safruddin, ada aturan yang melarang membunuh lawan yang tidak bersenjata, bahkan dalam Islam dilarang membunuh wanita, anak-anak dan orang tua lanjut usia (lansia).
Sesama Muslim tidak boleh saling menumpahkan darah, papar Irfan Safruddin, apalagi hanya karena perbedaan paham politik. Lagipula, pemerintahan militer Mesir itu diperoleh dengan cara-cara tidak sah lewat kudeta militer.
Keputusan pengadilan Mesir itu sama kejamnya dengan zionisme Israel, tegas Irfan Safruddin, bahkan lebih kejam dari orang kafir. Apalagi Ikhwanul Muslimin termasuk bagian umat Islam dan kekuasaan pemerintah militer di Mesir tidak sah sifatnya.