Kamis 27 Mar 2014 22:30 WIB

Kerry-Abbas Kembali Bahas Perundingan Damai

Rep: Gita Amanda/ Red: Bilal Ramadhan
Palestinian President Mahmoud Abbas attends the Arab League Foreign Ministers emergency meeting at the League's headquarters in Cairo, December 21, 2013.
Foto: Reuters/Mohamed Abd el Ghany
Palestinian President Mahmoud Abbas attends the Arab League Foreign Ministers emergency meeting at the League's headquarters in Cairo, December 21, 2013.

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN-- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Rabu (26/3), di Amman, Yordania. Pembicaraan dilakukan dalam upaya menyelamatkan pembicaraan perdamaian Timur Tengah.

Pembicaraan perdamaian Timut Tengah terancam kembali gagal, mengingat pukulan baru yang terjadi pada pembicaraan. Beberapa waktu lalu, para pemimpin Arab mengatakan mereka tak akan pernah mengakui Israel sebagai negara Yahudi.

Kerry dan Abbas berbicara selama lebih dari empat jam, saat makan malam di ibukota Yordania, Amman. Para pejabat AS mengatakan, pembicaraan bersifat konstruktif. Kerry direncanakan akan melakukan pembicaraan lebih lanjut dengan Abbas dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dalam beberapa hari mendatang.

Kerry terbang dari Roma ke Amman untuk menemui Abbas, di tengah semakin dekatnya batas waktu penyelenggaraan negosiasi. Selama ini Palestina mengancam, meninggalkan negosiasi kecuali Israel melepaskan sekelompok tahanan Palestina.

Sebelum makan malam dengan Abbas, Kerry bertemu Raja Yordania Abdullah II. Ia berencana kembali ke Roma pada Kamis (27/3), untuk bergabung dengan Obama bertemu Paus Francis. Kerry juga direncanakan akan bergabung dengan Obama di Arab Saudi pada Jumat (28/3) dan Sabtu (29/3).

Berbicara pada wartawan di Kuwait, Abbas mengatakan ia masih menunggu proposal kerangka formal dari Kerry. Ia mengatakan, tak ada pembicaraan mengenai perpanjangan waktu penyelenggaraan negosiasi. Abbas menambahkan, bulan-bulan mendatang akan menjadi waktu yang sangat penting.

Sementara itu, Liga Arab pada Rabu lalu menyalahkan Israel atas tak adanya kemajuan dalam proses perdamaian Timur Tengah. Hasil yang dikeluarkan di akhir pertemuan puncak Liga Arab menyatakan, menolak kelanjutan dari pembangunan pemukiman Israel.

Pengumuman Liga Arab yang menyatakan tak mengakui Israel sebagai tanah kelahiran Yahudi, menolak tuntutan utama dari Netanyahu. Orang-orang Palestina mengatakan, pengakuan akan merusak hak-hak pengungsi Palestina dan minoritas Arab Israel.

Dilansir dari The Guardian, ahli Timur Tengah dan Afrika Utara di fakultas Hubungan Internasional Royal Institute Yossi Mekelberg mentakan, pertemuan terjadwal Kerry dan Abbas menggarisbawahi bahaya lebih lanjut kredibilitas AS sebagai fasilitator perdamaian. Ini juga menandakan ketidakmampuan Israel-Palestina untuk mencapai kesepakatan.

"Saya pikir AS memulai sesuatu yang sangat sulit yang secara bertahap menjadi mustahil. Bukan hanya di Timur Tengah, tapi mereka membuat tuntutan yang mereka tahu tidak mungkin bagi pihak lain. Diperparah dengan dua pemimpin yang lemah dari dua sistem politik yang lemah, mereka tidak bisa membuat keputusan," ujar Mekelberg.

Selama ini proses perdamaian Timur Tengah antara Israel dan Palestina memang terhambat keinginan masing-masing kedua pihak. Palestina menuntut Israel untuk membebaskan kelompok keempat tahanan Palestina di Israel.

Sejak tahun lalu, Abbas mengajukan permintaan itu sebagai syarat negosiasi.Pada pertemuan dengan Obama, Abbas meminta mediasi presiden untuk membebaskan Marwan Barghouti. Barghouti merupakan salah satu tahanan Palestina paling menonjol.

Banyak yang percaya Barghouti akan menjadi penerus Abbas. Sementara Netanyahu mendorong untuk membebaskan Jonathan Pollard. Pollard menjalani hukuman seumur hidup di AS. Ia sebelumnya didakwa menjual rahasia negara pada Israel.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement