Sabtu 29 Mar 2014 21:54 WIB

Universitas Monash Bungkam Soal Investasi Bahan Bakar Fosil

Red:
abc news
abc news

Universitas Monash di Victoria Australia enggan merespons survey yang meminta mereka terbuka soal investasi di sektor industri bahan bakar fosil.

Sejumlah perguruan tinggi di Australia tengah menjadi subjek survey mengenai investasi mereka di industri bahan bakar fosil yang dilakukan oleh kelompok nirlaba Pengungkapan Aset Pemilik Projek (The Asset Owners Disclosure Project) yang dipimpin oleh Mantan pemimpin Partai Liberal John Hewson.

Proyek ini meminta delapan universitas terbesar di Australia mengungkapkan detail rencana investasi mereka untuk menghadapi risiko keuangan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.

Keengganan Universitas Monash untuk bersikap terbuka mengenai investasinya di industri bahan bakar fosil terungkap dari korespondensi rahasia antara petinggi senior Universitas Monash.

Kepala Bendahara Monash, David Pitt secara tidak sengaja mengirimkan Dr. John Hewson nasehat pribadi yang pernah dia sampaikan kepada wakil rektor Universitas Monash.

"Rekomendasi saya adalah bahwa kita harus membiarkan ini sampai berhasil," katanya dalam sebuah email.

"Lebih baik tidak merespons sehingga kelompok ini harus bergantung pada informasi publik dan kita hanya akan berada dalam posisi untuk mengatakan bahwa kita tidak menyadari penilaian mereka dan tidak berpartisipasi." tulis David Pitt dalam email itu.

Dr. Hewson mengatakan dia terkejut dengan isi email itu yang menekankan keengganan Monash untuk ikut ambil bagian dari penyelidikan tersebut.

"Bagaimana mereka mempertahankan resiko seperti ini, sebagai contoh  misalnya besok terjadi   serangkaian bencana iklim yang secara dramatis berdampak pada investasi mereka dan nilai investasi mereka jatuh,”

Belakangan ini dia memasukan 300 universitas terkemuka di dunia didalam daftar perusahaan yang diajak terlibat dalam proyek yang dilakukan lembaganya.

Dr. Hewson mendorong perguruan tinggi itu untuk mengalihkan sejumlah investasi mereka senilai  $80 triliun yang diinvestasikan dalam industri bahan bakar fosil ke investasi di industri alternative yang rendah karbon atau akan menghadapi resiko yang  jauh lebih besar  dibandingkan krisis keuangan global tahun 2008.

Sebelumnya salah satu ekonom ternama Australia, Ben Caldecott, memperingatkan warga Australia di masa depan akan menghadapi kejatuhan nilai produk batu bara dan bahan bakar fosil yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Universitas enggan tanggapi survey

Universitas Monash mengatakan pihaknya  berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon, dan ilmuwan Monash masuk dalam jajaran pihak yang pertama mengingatkan dunia mengenai pemanasan global.

Namun dalam sebuah pernyataan tertulis, universitas mengatakan belum membuat keputusan akhir tentang apakah pihaknya akan mengambil bagian atau tidak dalam survei  aset ini dan akan menunggu keputusan universitas riset intensif Australia dan internasional lainnya.

Penasehat pribadi dari Universitas Monash CFO, David Pitt mengatakan mayoritas dari delapan universitas terbesar di Australia tidak akan ambil bagian dari survey yang dilakukan Dr. Hewson.

"Kami telah mendiskusikan survey ini dalam pertemuan pimpinan Grup 8 Universitas terakhir dan kebanyakan memutuskan untuk tidak membiarkan pihak lain menghakimi investasi yang mereka lakukan melalui survey semacam ini,” katanya.

Bahkan Universitas Oxford di Inggris juga menolak terlibat dalam survey yang dilakukan oleh lembaga Dr Hewson.

Namun salah satu pengajar dari Universitas di Victoria, David Karoly, penulis utama untuk Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), mengatakan universitas juga ikut menanamkan saham pada kelangsungan hidup industri yang terus mendorong krisis pemanasan global berlanjut.

"Seluruh perguruan tinggi, termasuk Monash dan Melbourne tempat saya mengajar sekarang, perlu meninjau ulang secara serius investasi mereka di sektor bahan bakar fosil, dimana kita sangat mendukung industri yang menjadi biang penyebab kerusakan iklim,” kritik Karoly.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement