Sabtu 29 Mar 2014 19:59 WIB

Siapa Mengkhianati Siapa, Faktor Hamas Di Kudeta Mursi

Pendukung Muhammad Mursi menggelar aksi unjuk rasa menentang kudeta militer.
Foto: AP/ Hassan Ammar
Pendukung Muhammad Mursi menggelar aksi unjuk rasa menentang kudeta militer.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Berbagai tuduhan kepada Presiden Mesir terpilih pertama secara demokratis, Mohammad Mursi, didakwakan di pengadilan pasca kudeta. Salah satunya adalah hubungannya dengan pemerintahan Hamas di Gaza, Palestina.

Namun sebuah dokumen militer yang didapatkan Aljazeera baru-baru ini menunjukkan justru militer Mesir menganjurkan, sebelum kudeta agar pemerintahan Mursi saat itu, yang dianggap mewakili Ikhwanul Muslimin, melakukan pendekatan kepada Hamas untuk menyelesaikan berbagai isu di Sinai.

Hal ini tidak sesuai dengan persepsi yang muncul belakangan bahwa IM dan Hamas terlibat dalam berbagai masalah di Sinai.

"Sebuah dokumen yang ditandatangani oleh Mayor Jendera Hijazi, Direktur Intelijen dan Pengawasan Militer, yang aktif sampai minggu lalu, tidak menunjukkan bahwa IM dan Hamas secara aktif memperkeruh situasi di Sinai," tulis Middle East Monitor (MEM), Jumat (28/3).

MEM menjelaskan, dokumen bertuliskan tangan itu diterima oleh televisi Aljazeera pada hari Kamis sebelumnya dan ditulis pada Mei tahun lalu, dua bulan sebelum kudeta 3 Juli 2013 yang menumbangkan Mursi.

"Dokumen dengan 17 halaman itu termasuk rekomendasi jelas untuk mengatasi beberapa aspek masalah dalam krisis Sinai, termasuk kebutuhan memperbaiki jalur komunikasi kepada para pemimpin Hamas untuk memelihara keamanan dan stabilitas sepanjang perbatasan dengan Jalur Gaza," lanjut MEM. "Tidak ada kalimat di dokumen itu menyebut IM."

Namun MEM tidak menjelaskan apakah anjuran ini merupakan 'jebakan' kepada Pemerintah Mursi saat itu, atau apakah Hamas sadar atau tidak sadar telah digunakan militer Mesir untuk mewujudkan langkah selanjutnya; kudeta kepada pemerintahan yang sah. Hamas di lain sisi dilihat sebagai representasi bangsa Palestina yang teraniaya oleh penjajahan, namun di lain pihak masih ada negara yang menganggapnya sebagai organisasi teroris.

Selain itu MEM juga tidak menjelaskan mengapa institusi IM dan Pemerintahan Mursi saat itu terlalu mudah dikelabui lawan politik maupun unsur ambisius di militer, sehingga terlihat seperti mempunyai intelektualitas politik yang meragukan. Ini berbanding terbalik dengan beberapa fakta bahwa sebagian besar pengikut IM adalah kaum cendekiawan.

sumber : Middle East Monitor/Aljazeera
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement