Senin 31 Mar 2014 01:56 WIB

Presiden Kolombia Janji Buru Gerilyawan FARC

Pasukan Revolusioner Bersenjata Kolombia (FARC).
Foto: AP
Pasukan Revolusioner Bersenjata Kolombia (FARC).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOTA -- Presiden Kolombia Juan Manuel Santos menyatakan, pasukan pemerintah membunuh seorang pejabat keuangan FARC. Ia berjanji akan terus melancarkan ofensif terhadap kelompok gerilya itu meski perundingan perdamaian sedang dilakukan.

John Hernandez, alias "Fabian," yang menjadi kepala keuangan Front 17 Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC), tewas dalam serangan pasukan pemerintah di sebuah desa di wilayah selatan negara itu, kata Santos.

Santos, yang menyampaikan hal itu setelah pertemuan dengan wali kota di Neiva, ibu kota Huila, Sabtu, mengatakan, ada "sejumlah pihak yang tidak suka kami mengupayakan perdamaian".

"Saya mengatakan kepada para kepala daerah di sini bahwa banyak penentang saya berusaha menggambarkan pemerintah mengecewakan pasukan mereka, pemerintah menyerahkan negara kepada komunis," katanya.

Santos, yang berusaha terpilih kembali dalam pemilu presiden pada 25 Mei, mengatakan, ofensif militer terhadap FARC akan terus dilakukan "sampai kami mencapai perjanjian (perdamaian)".

Selama lebih dari setahun, pemerintah Presiden Juan Manuel Santos dan Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) melakukan perundingan perdamaian di Kuba dengan tujuan mengakhiri konflik terlama Amerika Latin itu.

FARC untuk pertama kali telah mengakui sebagian tanggung jawab atas pertumpahan darah puluhan tahun, yang mengisyaratkan perubahan berarti dalam sikap mereka karena selama ini kelompok itu tetap mengklaim bahwa anggota-anggotanya menjadi korban penindasan pemerintah.

Pemerintah Kolombia dan FARC memulai dialog di Oslo, ibu kota Norwegia, pada 18 Oktober 2012 yang bertujuan mengakhiri konflik setengah abad yang telah menewaskan ratusan ribu orang. Perundingan itu dilanjutkan sebulan kemudian di Havana, Kuba. Tiga upaya sebelumnya untuk mengakhiri konflik itu telah gagal.

Babak perundingan terakhir yang diadakan pada 2002 gagal ketika pemerintah Kolombia menyimpulkan bahwa kelompok itu menyatukan diri lagi di sebuah zona demiliterisasi seluas Swiss yang mereka bentuk untuk membantu mencapai perjanjian perdamaian. Kekerasan masih terus berlangsung meski upaya-upaya perdamaian dilakukan oleh kedua pihak.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement