REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kedutaan Besar Australia mengutus perwakilan dari direktorat bidang pendidikan guna mengkoordinasikan program lanjutan beasiswa pascasarjana bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Pejabat dari Direktorat Pendidikan Kedubes Australia di Indonesia, baru saja menemui Pak Gubernur dan mengkoordinasikan program beasiswa itu," kata Kabag Humas dan Protokol Setda NTB Tri Budiprayitno usai mendampingi Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi menerima perwakilan Kedubes Australia itu, di Mataram, Selasa.
Pejabat Direktorat Pendidikan Kedubes Australia itu yakni Aditiya Setiawan yang mewakili Wakil Direktur Bidang Pendidikan Kedubes Australia di Jakarta yang semula dijadwalkan hadir, namun akhirnya batal.
Australia melalui Badan Kerja sama Pembangunan Internasional Australia (AusAID) masih melanjutkan program beasiswa pascasarjana itu di 2014.
Program bantuan pembangunan luar negeri Pemerintah Australia itu merupakan program yang dibiayai Pemerintah Federal untuk mengurangi tingkat kemiskinan di negara-negara berkembang.
Namun, tahun ini merupakan tahun kedua pemberlakukan pola baru rekrutmen PNS di wilayah NTB untuk mengikuti program beasiswa pascasarjana di Australia itu.
Pola baru itu berupa pelatihan peningkatan kemampuan berbahasa Inggris, "Test of English as a Foreign Language" (TOEFL), para PNS, mengingat nilai TOEFL PNS di wilayah NTB umumnya 450 sementara program beasiswa di luar negeri, atau untuk kepentingan studi khusus di luar negeri harus mengantongi nilai minimal 500.
Karena itu, dibutuhkan pelatihan yang mengarah kepada peningkatan kemampuan berbahasa Inggris agar semakin banyak PNS NTB yang layak melakukan studi di luar negeri.
Untuk kepentingan pelatihan itu, AusAID melibatkan tenaga pengajar dari Indonesia Australia Language Foundation (IALF) yang ada di Denpasar, Bali.
Anggaran untuk pelatihan dan peningkatan kemampuan berbahasa Inggris itu, bersumber dari dana "sharing" pemerintah daerah dan bantuan AusAID.
Peserta pelatihan itu bukan hanya PNS di jajaran Pemprov NTB, tetapi juga PNS dari 10 kabupaten/kota di wilayah NTB, dan para dosen.
Pada 2013 sebanyak 30 PNS NTB mengikuti pelatihan peningkatan "toefl" itu dan sebanyak 19 orang dinyatakan layak sehingga mengikuti program beasiswa itu. Dari 19 orang itu, sebagian besar berasal dari kalangan guru.
Namun, usia maksimal para calon peserta penerima beasiswa pascasarjana di Australia itu 42 tahun baik untuk jenjang Strata Dua (S2) maupun S3.
PNS yang mengikuti program beasiswa itu wajib mengabdi selama delapan tahun pascabeasiswa itu, atau menggunakan rumus 2n + 2 atau dua kali masa pendidikan ditambah dua tahun. Lama pendidikan tiga tahun.
"Tahun ini, pihak Australia belum menyebut kuotanya, namun masih dilakukan pelatihan peningkatan kemampuan berbahasa Inggris. Pelatihan itu akan digelar di Kantor BKD dan Diklat NTB, dan sekarang sedang dikoordinasikan," ujarnya.
Menurut Tri, saat berdialog dengan utusan Direktorat Pendidikan Kedubes Australia itu, Gubernur NTB sempat menyarankan diberlakukan skala prioritas kepada PNS yang masih muda atau usia pengadiannya masih panjang, meskipun telah dipatok usia maksimal 42 tahun.
Maksudnya agar PNS pascasarjana lulusan program beasiswa itu, dapat menerapkan ilmu pengetahuannya dalam rentang waktu cukup lama.
"Tentu ada manfaat mengikuti program beasiswa pascasarjana itu, karena ada upaya pertukaran budaya dan saling mempromosikan potensi pariwisata dan budaya kedua negara," ujar Tri.