REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Penyelidikan oleh militer Korea Selatan terhadap pesawat tak berawak yang jatuh di pulau perbatasan menyimpulkan bahwa benda itu diterbangkan dari Korea Utara tanpa awak untuk melakukan misi pengintaian, media Korea Selatan melaporkan pada Rabu.
Penemuan pesawat pengamat itu terjadi kurang dari satu jam setelah tembak-menembak gencar selama tiga jam terjadi antara Korea Selatan dan Utara dari kubu masing-masing di dekat wilayah sengketa batas laut, pada Senin.
Korea Utara menembakkan meriam lebih dari 100 kali ke perairan sebagai bagian dari pelatihan militer pada Senin dan membuat Korea Selatan melakukan tembakan balasan.
Pelatihan itu lebih merupakan gertakan oleh Pyongyang ketimbang mempertahankan diri.
Kantor Berita Korea Selatan, Yonhap, dengan mengutip sumber dari Kementerian Pertahanan Korsel yang tidak disebut namanya, melaporkan pada Rabu bahwa jalur penerbangan pesawat "drone" itu diperkirakan berasal dari utara.
Gambar puing-puing pesawat yang jatuh menunjukkan rongsokan kecil sebuah pesawat ringan berwarna biru terang, memakai tanda menyerupai "drone" Korea Utara yang diperagakan dalam parade di Pyongyang tahun lalu.
Pesawat tersebut adalah pesawat ringan yang dimodifikasi untuk jatuh pada sasaran yang telah ditentukan, namun mereka yakin bahwa pesawat itu tidak mampu melakukan pengintai untuk serangan jarak jauh.
Media Korea Utara mengatakan tahun lalu bahwa pemimpinnya, Kim Jong-Un mengawasi langsung pelatihan serangan drone "super tepat" dengan simulasi sasaran Korea Selatan.
Para ahli mengatakan bahwa pesawat yang jatuh itu sudah uzur, rancangannya jelek, meskipun Korea Utara memiliki salah satu militer terbesar di dunia, kebanyakan peralatannya berasal dari masa Uni Soviet.
"Ini mirip mainan. Namun digunakan untuk pengintaian. Tidak memakai teknologi tinggi seperti drone Global Hawk," ujar Kim Hyoung-Joong, guru besar pertahanan siber di Universitas Korea di Seoul.
"Jenis mirip mainan ini dapat mencari sasaran buta."