REPUBLIKA.CO.ID, SIMFEREPOL -- Warga Tatar Crimea mempertimbangkan kemungkinan melakukan referendum terkait perluasan otonomi, kata pemimpin setempat dalam langkah yang dapat memperdalam kemelut di semenanjung itu.
Dewan kelompok kecil itu, yang dikenal sebagai Majelis, membentuk kelompok khusus untuk menjajaki kemungkinan menggelar "referendum dalam kelompok suku", kata pemimpin kelompok itu, Refat Chubarov, dalam pernyataan pada Selasa.
"Kami berusaha menemukan preseden internasional dan organisasi internasional, yang dapat membantu kami," kata Chubarov dalam pernyataannya.
Perwakilan dari kelompok Muslim yang berbahasa Turki itu -yang berjumlah sekitar 300 ribu orang dari total dua juta warga Crimeaea- dijadwalkan berkumpul sebelum 15 April untuk mempertimbangkan masalah ini.
Sebuah Qurultai darurat, atau kongres, dari warga Tatar Crimea pekan lalu memutuskan untuk mengupayakan perluasan otonomi di semenanjung itu. Sebuah langkah yang secara luas dilihat sebagai tantangan bagi Kremlin.
Masyarakat Tatar Crimea sebagian besar memboikot referendum pada 16 Maret di mana masyarakat yang mayoritas berbahasa Rusia memilih untuk berpisah dari Ukraina dan menjadi bagian dari Rusia.
Pemimpin spiritual Tatar, Mustafa Dzhemilev, adalah anggota parlemen Ukraina, dan banyak warga Tatar yang mengatakan mereka ingin menjadi bagian dari Ukraina.
Moskow anehnya tampak tenang dalam menanggapi keputusan warga Tatar untuk mencari otonomi lebih luas itu.
Pihak berwenang setempat mengatakan perwakilan minoritas akan ditawari posisi di pemerintah daerah tetapi warga Tatar ingin sistem kuota untuk memastikan tingkat jaminan representasi.
Berbicara pada sesi tertutup pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada awal pekan ini, Dzhemilev mengatakan sekitar 5.000 warga Tatar telah meninggalkan semenanjung dan memperingatkan kemungkinan terjadinya pertumpahan darah.
Vladimir Konstantinov, pemimpin legislatif regional, kepada wartawan, Rabu, mengatakan bahwa Perwakilan dari minoritas akan aktif terlibat - dalam pengambilan keputusan.
Ia tampaknya mengecilkan permintaan para pemimpin Tatar untuk otonomi yang lebih luas.
"Kami tidak memperhatikan pernyataan dari para pemimpin politik tertentu," katanya, "Ini hanya masalah masa transisi."
Warga Tatar Crimea, yang merupakan penduduk asli semenanjung itu, melewatkan beberapa dasawarsa di Asia Tengah setelah Joseph Stalin memerintahkan pembuangan mereka karena keterkaitan dengan Nazi.
Mereka diizinkan untuk kembali di akhir 1980-an tetapi masih berjuang dengan sejumlah isu, termasuk kepemilikan tanah.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan warga Tatar tidak perlu takut dan berjanji untuk mengambil langkah-langkah hukum guna secara resmi merehabilitasi mereka.