REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Crimea pada Kamis (3/4) mengatakan pihaknya menolak sebuah wilayah otonom Tatar, etnis minoritas yang menentang penguasaan Rusia di semenanjung di Laut Hitam itu baru-baru ini. "Tidak, itu tidak mungkin, yang hanya ada otonomi budaya," kata Wakil Perdana Menteri Crimea Roustam Temirgaliev kepada kantor berita Rusia, Ria Novosti.
Perwakilan masyarakat Tatar di seluruh Crimea mengadakan Qurultai darurat, atau kongres , pekan lalu dan memutuskan untuk meningkatkan otonomi dalam sebuah langkah yang secara luas dilihat sebagai tantangan bagi Kremlin. Sebagian besar warga Tatar memboikot referendum 16 Maret lalu saat mayoritas warga penutur bahasa Rusia Crimea memilih untuk berpisah dari Ukraina dan menjadi bagian dari Rusia.
Pemimpin lokal kelompok Muslim berbahasa Turki itu mengatakan mereka menjajaki upaya untuk menyelenggarakan referendum sendiri tentang perluasan otonomi. Pemimpin spiritual Tatar, Mustafa Dzhemilev, adalah anggota parlemen Ukraina , dan banyak warga Tatar yang mengatakan mereka ingin menjadi bagian dari Ukraina.
Tatar Crimea adalah warga asli semenanjung itu yang harus melewatkan beberapa dasawarsa di Asia Tengah setelah diktator Soviet Joseph Stalin memerintahkan pembuangan mereka. Mereka diizinkan untuk kembali di akhir 1980-an tetapi masih berjuang dengan sejumlah isu termasuk kepemilikan tanah.