Senin 07 Apr 2014 18:50 WIB

Doa Massal Digelar untuk Penumpang MH370

Rep: Gita Amanda/ Red: Mansyur Faqih
 Awak pesawat Orion AP-3C milik Angakatan Udara Australia tengah melakukan misi pencarian pesawat Malaysia Airlines MH370 yang hilang di Samudera Hindia.
Foto: AP/Richard Wainwright
Awak pesawat Orion AP-3C milik Angakatan Udara Australia tengah melakukan misi pencarian pesawat Malaysia Airlines MH370 yang hilang di Samudera Hindia.

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Lebih dari dua ribu orang, termasuk keluarga korban, menggelar doa massal, Ahad (6/4). Doa tersebut ditujukkan untuk keselamatan para penumpang pesawat Malaysia Airlines MH370.

Dilansir dari Straitstimes, seorang dengan jubah biksu Buddha meneriakkan doa selama hampir dua jam. Peristiwa itu membuat dua lusin kerabat menangis seusai acara. 

Editor yang mengelola publikasi Flightglobal berbasis di Singapura Greg Waldron mengaku skeptis kapal Cina menemukan sinyal. Waldron menyatakan sikap skeptisnya mengingat Cina berhasil menemukan sesuatu dengan begitu cepat padahal area pencarian sangat luas.

"Ada banyak petunjuk yang salah dalam cerita ini dan kami harus sangat berhati-hati dengan informasi yang datang," katanya kepada AFP.

Sementara itu seorang analis penerbangan dari Frost and Sullivan, Ravi Madavaram mengatakan, sebagian besar penangkap sinyal dari kotak hitam yang digunakan dalam industri maritim dan penerbangan memiliki frekuensi yang sama. Sinyal yang tertangkap bisa jadi berasal dari penerbangan MH370. 

Tapi, menurutnya, Cina belum mengatakan dari mana asal sinyal dan di mana mereka mendeteksinya. Cina sebelumnya memberikan alarm palsu. Sehingga informasi kali ini menurutnya harus diverifikasi.

Sementara itu, pihak berwenang Malaysia percaya dari hasil pembacaan satelit menunjukkan MH370 jatuh di sekitar wilayah India. Yaitu setelah pesawat berbelok secara dramatis ke arah Samudera dan belum diketahui alasannya.

Sebelumnya sebuah penyelidikan kriminal memfokuskan pada berbagai kemungkinan. Mulai dari pembajakan, sabotase, atau masalah psikologis penumpang atau awak. Namun hingga saat ini belum ada satu pun bukti yang mendukung salah satu teori itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement