REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Presiden Venezuela, Nicolas Maduro dijadwalkan akan bertemu dengan tokoh oposisi untuk pertama kalinya pada Selasa. Pertemuan ini dilakukan setelah kisruh dalam aksi unjuk rasa yang menewaskan 39 orang.
Dilansir dari BBC, pertemuan ini diusulkan oleh menteri luar negeri yang tergabung dalam grup regional Amerika Selatan, Unasur. Para menteri tersebut berada di ibu kota Venezuela, Caracas, untuk melakukan pembicaraan mengakhiri krisis di Venezuela.
Kisruh yang dimulai sejak dua bulan yang lalu itu disebabkan oleh tingginya angka kriminalitas, inflasi, serta kekurangan bahan makanan pokok di negara itu. Komisi Unasur pun telah mengunjungi Venezuela pada akhir Maret lalu untuk mendorong adanya dialog.
Setelah pertemuan dengan para petinggi diplomat Brasil, Argentina, Colombia, Bolivia, dan negara lainnya selama lebih dari satu jam, Maduro menyatakan siap untuk menawarkan solusi perdamaian pada Selasa. "Kami membutuhkan proses untuk menyembuhkan luka dari barikade dan upaya kudeta," kata Maduro.
Ia pun menegaskan demonstrasi tersebut dilakukan untuk menggulingkannya. "Pertemuan kami (dengan para menteri Unasur) cukup lama," kata Maduro seperti dilansir dari Aljazira.
"Mereka menawarkan sebuah pertemuan dengan para tokoh oposisi, dan saya setuju karena saya sebelumnya telah meminta adanya dialog politik untuk perdamaian," lanjutnya.
Namun, pertemuan tersebut hanya disetujui oleh sejumlah tokoh oposisi pemerintah. Sedangkan, koalisi Partai Demokrat yang tengah berusaha mencari perubahan tanpa menggulingkan Maduro mengatakan akan bergabung dengan presiden dalam pertemuan dengan oposisi.
Sementara itu, hingga kini pemimpin oposisi, Henrique Capriles belum memberikan komentarnya. Meski pun begitu, sebelumnya ia telah menyatakan ingin bertemu dengan pemerintah.
Sejauh ini, pertemuan di antara kedua belah pihak pun belum pernah dilakukan. Tokoh oposisi parlemen Pedro Pablo Fernandez mengatakan dalam perkembangan terakhir akan digelar adanya dialog.
"Unasur telah menjadi contoh yang baik, pihak ketiga bersama dengan pemerintah dan oposisi duduk bersama dan menunjukan adanya sikap positif dari awal," kata Fernandez.
Dalam kisruh demonstrasi antara oposisi dengan pemerintah, sebanyaka 39 orang telah tewas. Pemerintah pun menyalahkan para fasis yang didukung oleh pemerintah luar negeri dalam kekerasan tersebut.
Sementara itu, oposisi menuduh pihak aparat keamanan menggunakan kekuatannya secara berlebihan untuk membubarkan aksi demonstrasi.
Pihak berwenang mengatakan sedang melakukan penyelidikan lebih dari 80 kasus atas kasus dugaan pelanggaran HAM terhadap para pendukung pemerintah dan oposisi. Sebanyak 17 aparat kepolisian dan militer pun terlibat dalam kasus ini. Banyak anggota oposisi radikal yang berusaha menggulingkan pemerintah telah ditahan.
Aksi unjuk rasa itu merupakan yang demonstrasi yang terbesar dalam satu dekade. Para demonstran pun menyatakan tidak akan menyerah hingga pemerintah mengundurkan diri. Sedangkan, para pendukung pemerintah juga melakukan aksi unjuk rasa untuk menunjukan dukungannya kepada Presiden Maduro dan pemerintah.