REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Pemerintah Sri Lanka, Senin (7/4), menolak untuk bekerja sama dengan penyelidikan internasional mengenai dugaa pelanggaran hak asasi manusia di negeri tersebut.
Menteri Urusan Luar Negeri G.L. Peiris mengatakan pemerintah takkan mengizinkan penyelidik internasional mengunjungi Sri Lanka untuk melakukan pemeriksaan.
Peiris memberitahu koresponden asing yang berpusat di Kolombo bahwa penyelidikan internasional tak bisa berlangsung di tanah Sri Lanka tanpa kerja sama pemerintah, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa siang.
Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC) di Jenewa belum lama ini telah mensahkan resolusi yang menyerukan penyelidikan internasional mengenai perang di Sri Lanka.
Militer Sri Lanka dan pemberontak Macan Tamil selama 30 tahun terlibat perang melawan pemerintah sebelum dikalahkan pada Mei 2009.
Berbagai kelompok hak asasi manusia dan beberapa negara Barat mendorong dilakukannya penyelidikan mengenai dugaan kejahatan perang yang dilakukan selama tahap tahap akhir perang tersebut.
Namun Sri Lanka menolak penyelidikan internasional dan malah menunjuk satu komisi lokal untuk menyelidiki dugaan itu.
Tetapi UNHRC pada Maret telah mensahkan resolusi yang ditaja AS dan menyatakan penyelidikan dalam negeri tak memenuhi harapan.
Komisaris Tinggi PBB Urusan Hak Asasi Manusia Navi Pillay mendesak Pemerintah di Kolombo agar bekerja sama dengan penyelidikan internasional.
Meskipun demikian, sekutu paling kuat Sri Lanka --Tiongkok dan Rusia-- menolak untuk mendukung seruan Pillay sementara India juga merasa penyelidikan internasional tak bisa diterima baik.
Satu permintaan resmi bagi kerja sama belum diajukan, tapi jika pemerintah menolak untuk bekerja sama, maka kantor Pillay akan melakukan penyelidikan dari luar Sri Lanka. Kantor Komisaris UNHRC itu menyatakan itu mungkin dilakukan dengan dasar penyelidikan serupa yang dilakukan terhadap negara lain pada masa lalu.