REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Perdana Menteri baru Prancis Manuel Valls, pada Selasa (8/4) mengatakan negerinya tidak mempunyai peran atas genosida yang terjadi di Rwanda 20 tahun lalu.
Komentarnya muncul di tengah-tengah tuduhan oleh Kigali bahwa Paris turut berperan serta dalam pertumpahan darah itu.
"Saya tidak menerima tuduhan yang tak adil dengan menyatakan Paris terlibat dalam genosida Rwanda," kata Valls di depan para anggota parlemen dalam pidato pertamanya yang membahas kebijakan sejak dia diangkat menjadi perdana menteri.
Dia menyatakan tujuan Prancis yakni selalu memisahkan para pihak yang berperang. Prancis dituduh berperan menjelang genosida sebagai sekutu dekat rezim nasionalis Hutu, Juvenal Habyarimana.
Prancis juga dituduh menghilangkan atau menyepelekan tanda-tanda peringatan, dan melatih tentara dan milisi yang melakukan pembunuhan.
Penembakan hingga jatuh pesawat presiden di ruang udara Kigali pada 6 April 1994 merupakan insiden yang memicu pertumpahan darah selama 100 hari. Sekitar 800.000 jiwa, sebagian besar minoritas suku Tutsi, menjadi korban pembantaian.
Ketika genosida memuncak, Prancis dituduh menggunakan pengaruh diplomatiknya untuk merintangi aksi yang efektif. Prancis tetap mempertahankan pasukannya menghentikan pembunuhan itu dan menyelamatkan ribuan jiwa.
Para pejabat Prancis menyatakan bahwa kegagalan mencegah genosida juga ditimpakan ke masyarakat internasional. Paris juga menuding Presiden Rwanda Paul Kagame, mantan pemimpin pemberontak, mengangkat isu itu untuk mengalihkan perhatian dari apa yang mereka katakan bahwa catatan hak asasi manusianya sangat parah, demikian AFP.