REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Pengadilan Kamboja mengeluarkan putusan penangguhan penahanan selama 2 tahun bagi pembuat film Australia. Tuduhannya karena tindakan sang sutradara ini mengancam mencemarkan nama baik panti asuhan bagi anak perempuan yang berbasis di Phnom Penh.
Panti Asuhan She Rescue Home di Kamboja dijalankan oleh gereja Pantekosta berbasis di Brisbane- Citipointe. Leigh Ramsey, seorang Pastor senior di gereja tersebut melaporkan pembuat film Australia, James Ricketson dengan dugaan pemerasan. Carannya dengan mengancam akan mempublikasikan e-mail korespondensinya dengan Citipointe di blog-nya.
Sutradara pemenang Festival Film Australia – AFI menuntut pembebasan Rosa dan Chita, dua anak perempuan yang dirawat oleh panti asuhan She rescue Home selama 5 tahun lebih.
Panti asuhan itu didirikan untuk melindungi anak-anak gadis Kamboja yang disiksa, korban perbudakan dan beresiko menjadi objek trafiking manusia, namun menurut Ricketson kedua gadis tersebut tidak memenuhi kategori diatas dan ditahan disana di luar keinginan orang tuanya.
Ricketson bertemu untuk pertama kalinya dengan ibu dari kedua gadis tersebut, Chanti dalam proses pembuatan film dokumenter mengenai penjualan anak-anak di Kamboja pada pertengahan tahun 1990. Dia mendokumentasikan kehidupan Chanti sejak saat itu.
Pada tahun 2008, Chanti kesulitan mengurus kedua anak perempuannya, ketika itu anaknya berusia 3 dan 6 tahun. Lalu pihak gereja menanyakan apakah Chanti butuh bantuan panti asuhan untuk merawat anaknya.
Awalinya, Chanti bahagia dengan pengaturan anaknya untuk tinggal di panti asuhan, namun beberapa bulan kemudian Chanti menginginkan kembali kedua anak perempuanya.
Namun niatannya mengasuh kembali kedua anak perempuannya ditolak pihak gereja.
"Mereka mengatakan karena saya miskin saya tidak bisa meminta kembali anak saya. Sekarang saya punya cukup uang untuk mengasuh anak saya sendiri, tapi mengapa mereka tidak mengizinkan dan mengembalikan mereka kepada saya,” tutur Chanti.
Chanti akhirnya berjuang sendiri untuk mengasuh kembali kedua anaknya, ia mendatangi panti asuhan tersebut dan mengajak anaknya untuk kabur.
"Saya bawa kedua anak saya ke sungai dan menyembunyikan mereka disana tapi pengurus panti asuhan memanggil polisi dan Koran, dan mengatakan 'lain kali kamu jangan melakukan ini lagi'," tutur Chanti, belum lama ini.
Chanti mengklaim setelah berusaha untuk melarikan anaknya, haknya untuk mengunjungi kedua puterinya dipersingkat menjadi hanya 2 jam per bulan.
Chanti besar di jalanan Phnom Penh dan buta huruf. Ketika Citipointe memberikannya secarik surat kontrak yang memberikan mereka hak pengasuhan untuk kedua puterinya, dia bahkan menandatanganinya dengan sidik jari cap jempol.
Kemudian Ricketson menantang pihak pengelola panti asuhan untuk menunjukan keabsahan surat kontrak tersebut, panti asuhan itu berkelit mereka menandatangani MOU dengan pemerintah Kamboja yang memberikan mereka kewenangan hukum untuk mengasuh anak-anak di negara tersebut.
Citipointe juga tidak bersedia menyerahkan salinan perjanjian kerja sama tersebut kepada program ABC Lateline.