REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden China, Xi Jinping mendesak Israel membuat keputusan berani pada putaran terkini pembicaraan perdamaian dengan Palestina, setelah perunding mengakhiri sidang lain ditengahi Amerika Serikat tanpa tanda terobosan.
"Pada saat ini, pembicaraan Israel-Palestina memasuki tahap penting. Ada peluang dan juga banyak kesulitan," kata Xi kepada tamunya, Presiden Israel Shimon Peres, seperti dikutip kementerian luar negeri China pada Selasa malam.
"China berharap Israel tetap memikirkan gambaran lebih luas tentang perdamaian, menunjukkan kebijaksanaan strategis, membuat keputusan berani sedini mungkin, dan mendorong, bersama dengan masyarakat dunia dan Palestina, kemajuan hakiki pembicaraan perdamaian," tambah Xi.
Perundingan ditengahi Amerika Serikat itu, yang dimulai pada Juli, terancam rusak pada pekan lalu sesudah Israel, yang menuntut janji Palestina terus berunding melampaui tenggat 29 April untuk kesepakatan perdamaian, tidak melaksanakan pembebasan -yang dijanjikan- sekitar duapuluhan tahanan asal Palestina.
China biasanya merendah dalam diplomasi Timur Tengah, meskipun ketergantungan pada impor minyak dari sana, tapi giat berperan sebagai kekuatan dalam politik dunia. Pada tahun lalu, Xi bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pemimpin Palestina Mahmoud Abbas, mendesak mereka menghidupkan kembali pembicaraan tersebut.
Xi, yang mulai menjabat pada Maret tahun lalu, tidak menguraikan usul khusus untuk pembicaraan perdamaian itu, dengan hanya mengatakan bahwa China akan terus memainkan peran membangun.
Xi menyatakan orang China dan Yahudi telah lama berhubungan baik, dengan menunjukkan peran China dalam memerangi fasisme dan militerisme selama Perang Dunia Kedua.
Beijing berdasawarsa mempertahankan hubungan erat dengan Palestina. Dalam beberapa tahun belakangan, China juga menjalin hubungan dengan Israel, meskipun Israel mewaspadai hubungan China dengan Iran, yang selalu dicurigainya.
China, pengguna utama minyak Iran dan anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, menentang hukuman sepihak atas Tehran, seperti yang dikenakan Washington dan Eropa Bersatu, dan berulang kali menyerukan pembicaraan untuk menyelesaikan ketegangan atas kegiatan nuklir Iran, yang diributkan.