REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON-- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry bertemu parlemen AS pada Selasa (8/4), terkait upaya AS menengahi kesepakatan perdamaian Timur Tengah. Meski tengah tersendat, Kerry berharap perundingan akan dapat berlanjut.
Anggota parlemen Senat Komite Luar Negeri AS menyatakan, kurang optimis dengan terwujudnya pembicaraan damai antara Israel dan Palestina yang diprakarsai Kerry. Senat meminta kesaksian Kerry selama tiga jam terkait masalah tersebut.
Dalam pembicaraan Kerry mencatat, kedua pemimpin Israel dan Palestina mengambil langkah tak membantu pembicaraan. Mengingat batas waktu pembicaraan semakin dekat yakni 29 April, maka saat ini tengah dilakukan pendekatan untuk memutuskan apakah pembicaraan akan dilanjutkan atau berhenti. Dari apa yang diungkap Kerry, terlihat tindakan Israel menimbulkan keraguan digelarnya pembicaraan.
Sebelumnya, Israel sepakat melepaskan empat kelompok tahanan Palestina untuk memuluskan negosiasi. Namun beberapa waktu lalu, Israel menolak keras membebaskan kelompok tahanan terakhir. Tak lama kemudian, Israel bergerak maju dengan rencana pembangunan 700 unit pemukiman baru di Yerusalem. Hal tersebut memicu kemarahan Palestina.
"Harapan saya adalah para pihak akan menemukan jalan kembali. Kami bekerja sama dengan mereka untuk mencoba melakukannya lagi, tapi mereka harus membuat keputusan mendasar dan saya berharap mereka akan melakukannya," ujar Kerry.
Departemen Luar Negeri AS selama ini berhati-hati untuk tak menyalahkan kedua pihak, atas kebuntuan terbaru dalam pembicaraan. Hingga saat ini upaya perdamaian hanya membawa sedikit kemajuan, pada elemen kunci dari kesepakatan akhir. Masalah perbatasan dan status kota Yerusalem, merupakan beberapa hal yang masih jadi perdebatan.
Tapi komentar Kerry membuat marah pejabat Israel. Menteri pro-pemukim Israel Naftali Bennett mengatakan Israel tak akan pernah meminta maaf atas pembangunan di Yerusalem. Bennett menyebut Yerusalem merupakan, kota abadi Israel.
Beberapa jam setelah pengumuman penyelesaian, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas memperpanjang kampanye untuk pengakuan negara Palestina di badan-badan internasional. Ia sebelumnya telah berjanji menangguhkan kampanye selama pembicaraan damai, namun marah saat Israel membatalkan pembebasan tahanan.