Jumat 11 Apr 2014 17:58 WIB

Cara Melawan Nuklir Rusia, Sebuah Tips Buat Ukraina

Demonstran antipemerintah Ukraina melemparkan ban menghadapi polisi antikerusuhan di Independence Square, Kiev, Rabu (19/2).
Foto: Reuters/Vasily Fedosenko
Demonstran antipemerintah Ukraina melemparkan ban menghadapi polisi antikerusuhan di Independence Square, Kiev, Rabu (19/2).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ibarat sebuah negara yang bakal terpecah belah, Ukraina saat ini menjadi bulan-bulanan politik luar negeri Rusia.

Setelah Crimea dianeksasi, beberapa wilayah beretnik Rusia di timur Ukraina juga melakukan huru-hara dan memerdekakakan secara sepihak wilayah-wilayah itu. Mereka ingin merdeka dan kemudian bergabung dengan Rusia.

Ukraina sepertinya tidak bisa berbuat apa-apa. Rusia sendiri saat ini masih menjadi kekuatan dunia dengan 8.500 hulu ledak nuklir, lebih tinggi dari AS yang hanya memiliki sedikitnya 7.700 hulu ledak nuklir.

Jika 8.500 hulu ledak nuklir itu diledakkan sekaligus, tidak hanya Ukraina, bumi dan segala isinya, termasuk Rusia akan binasa. Walaupun, para ahli mengatakan jumlah segitu tidak cukup untuk menghilangkan kehidupan secara total dari muka bumi, ada beberapa jenis bakteri dan mikroba yang mampu bertahan dari panas dan radiasi.

Uni Soviet sendiri sebelum ambruk mewarisi 55.000 hulu ledak nuklir dan ribuan di antaranya diwarisi Ukraina. Namun, sayangnya Ukraina menyerahkan semuanya kepada Rusia dengan jaminan keamanan, yang saat ini dilanggar.

Lalu apa lagi yang bisa dilakukan oleh Ukraina? Menurut David Ignatius di oregonlive.com, Kamis (10/4) caranya adalah dengan menggerakkan massa.

"Jika anda melihat kembali ke belakang cara Amerika Serikat bekerja dengan gerakan Solidaritas di Polandia tahun 1980, anda akan melihat betapa kuatnya operasi rahasia ini," tulisnya.

Menurutnya, lembaga intelijen AS (CIA) tidak canggung-canggung bekerja sama dengan Gereja untuk mencapai tujuannya.

"CIA mempunyai sekutu utama Gereja Katolik, yang dipimpin oleh Paus warga Polandia, John Paul II, yang percaya atas nama agama bahwa kekuatan komunis Uni Soviet harus ditundukkan. Untuk bekerja dengan gereja, CIA memerlukan pengecualian agar tidak dilarang bekerja sama dengan lembaga agama," tulisnya.

Hasilnya, kata dia, puluhan ribu senjata nuklir Uni Soviet tidak berguna saat satu per satu negara-negara komunis berani menolak perintah Uni Soviet. Walaupun begitu, Ignatius tidak menjelaskan apakah strategi dapat diterapkan di Ukraina mengingat negara ini lebih banyak Ortodoks dari pada Katolik.

"Semua kekuatan nuklir Uni Soviet menjadi tidak berguna melawan kekuatan pekerja Polandia yang mogok kerja, atau serangan gerilyawan di Nicaragua, atau mujahidin di Afghanistan. Uni Soviet menjadi monster raksasa yang jatuh dengan tebangan kapak-kapak kecil," tulisnya.

Jadi, kata dia, tugas melawan Rusia bukanlah di tangan AS, tapi di bangsa Ukraina.

"Bagaimana mungkin AS dan Barat bisa melawan taktik Putin? Jawabannya harus datang dari bangsa Ukraina, yang mampu memobilisasi dan melindungi negaranya dari campur tangan asing. Akan tetapi, Kiev malah mengirimkan polisi mengatasi demonstran dari bangunan-bangunan di Kharkiv dan gagal menghentikan mereka yang menguasai kantor-kantor pemerintahan Donetsk. Cara pemerintahan sementara Kiev untuk melawan demonstran adalah menciptakan persatuan di antara penduduk Ukraina kepada pihak mereka sebanyak mungkin."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement