Sabtu 12 Apr 2014 20:29 WIB

Air Mata Pribumi Crimea dan Rayuan Maut Para 'Roma Ketiga'

Warga Tatar di Crimea berdoa untuk pendahulu mereka korban kekejaman Uni Soviet
Foto: dnaindia
Warga Tatar di Crimea berdoa untuk pendahulu mereka korban kekejaman Uni Soviet

REPUBLIKA.CO.ID, SIMFEROPOL -- Posisi warga Tatar sebagai pribumi Crimea sepertinya tidak diacuhkan dalam politik krisis Ukraina saat ini.

Sebuah tayangan di Aljazeera, 'Coming Back', baru-baru ini menggambarkan bagaimana mereka yang kembali ke tanah kelahirnnya dari Uzbekistan menemukan rumah-rumah mereka sudah ditempati warga etnik Rusia.

Mereka yang kembali ke Crimea usai berperang di Jerman melawan Nazi menemukan rumah mereka telah kosong dan keluarganya telah diusir.

Para pasukan Tatar yang mengabdi dalam militer Uni Soviet itu hanya diberi penghargaan sebagai kuli paksa di Uzbekistan dan memulai hidup dari nol.

Setelah Uni Soviet ambruk mereka kembali ke kampung halaman untuk kemudian hanya bisa meringis hidup terlunta-lunta di sekitar rumah-rumah mereka yang sudah ditempati orang lain.

Kini setelah Crimea direbut Rusia kembali, Moskow yang mengklaim diri sebagai Roma Ketiga itu merayu akan 'melegalkan' status mereka di kampung halaman mereka.

Namun Kyivpost, Jumat (11/4) melaporkan, lembaga yang menaungi warga Tatar, Majlis, sangat kecewa dengan konstitusi baru yang diadopsi parlemen Crimea pro-Rusia yang baru.

"Majlis, lembaga perwakilan warga Tatar Crimea, melihat Konstitusi Republik Crimea tidak bisa diterima warga Tatar, karena tidak ada aturan yang menjamin pelestarian dan pembangunan yang menyangkut warga Tatar Crimea sebagai warga pribumi di semenanjung," tulis media itu.

Habis sudah harapan mereka. Si 'Roma Ketiga' yang lain, Turki, sebagai saudara kandung juga tidak bisa berbuat apa-apa.

Melalui lembaga bantuan luar negeri Turki, mereka hanya mendapat sumbangan ala kadarnya untuk bertahan hidup. Walau begitu, Turki berjanji akan bertindak keras bila warga Tatar diperlakukan lagi secara tidak manusiawi seperti sebelumnya; perampasan harta benda nenek moyang dan diusir sesukanya tanpa ganti rugi.

Sementara itu, media-media anti Rusia yang dikuasai Barat juga hanya menempatkan mereka sebagai objek politisasi tanpa solusi.

Mereka seakan-akan diperhatikan, padahal, hanya disorot untuk mendiskreditkan Rusia. Dibenturkan dengan warga pendatang Rusia yang kini mayoritas.

Sampai saat ini warga Tatar masih mampu bertahan untuk tidak dijadikan tumbal 'teroris-isasi' atau 'Chechnya-isasi' dalam krisis yang kelihatan berbentuk geopolitik tapi di belakangnya ada pergulatan antara kekuatan Ortodoks versus Non-Ortodoks ini.

Seperti dulu, saat Crimea masih jauh dari krisis, kondisi mereka juga tetap terabaikan, jauh dari solusi resmi berskala nasional apalagi internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement